A. Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaa, dan juga anak lantib dan berbakat(Mulyono,2006:26).
Banyak istilah yang digunakan untuk mencoba mengkategorikan anak-anak dengan kebutuhan khusus, beberapa istilah yang dapat membantu guru mengumpulkan informasi yang merencanakan untuk masing-masing anak mencakup: dungu, gangguan fisik, lumpuh otak, gangguan emosional, ketidakmampuan mental, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, ketidakmampuan belajar, autistik, dan keterlambatan perkembangan.
Kata-kata yang sering digunakan berasal dari konsep lama dan mengabaikan sikap dan pengharapan negatif petunjuk berikut berguna memikirkan dan merencanakan engan ketidakmampuan:
- Tekankan keunikan dan nilai dari semua anak daripada perbedaan mereka.
- Jaga pandangan masing-masing: hindari penekanan ketidakmampuan dengan mengenyampingkan pencapaian masing-masing.
- Pikirkan cara anak yang tidak berkemampuan dapat melakukan sesuatu sendiri atau untuk anak yang lain.
- Berikut lingkungan di masa anak yang bermasalah ikut serta dalam kegitan denagn anak yang tidak bermasalah dan cara-cara bermanfaat satu sama lain.
B. Pendidikan Inklusi di Indonesia
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan
mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program
yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak
penyandang cacat adalah pentingnya pendidikan inklusi, tidak hanya
memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9 tahun,
akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak
asasi manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi
kesejahteraan anak, karena pendidikan inklusi mulai dengan
merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang terkandung di mana
akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian penyandang cacat
anak akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi,
disayangi, bahagia dan bertanggung jawab.
inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang ramah anak-anak. Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.
inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life) yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan individual anak. Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu lingkungan belajar yang ramah anak-anak. Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya. Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua dalam cara yang berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan, terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam belajar mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin
keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara
memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu
kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki
perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945
pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum
mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi
lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan
perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa.
Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa
untuk dapat belajar menghormati realitas keberagaman dalam masyarakat.
Selama ini anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak – anak difabel dengan anak – anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak – haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan inklusi. Salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi pendidikan, dalam hal ini para guru.
Selama ini anak – anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel) disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak – anak difabel dengan anak – anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam menyuarakan hak – haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan inklusi. Salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan pendidikan. Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi pendidikan, dalam hal ini para guru.
C. Peran Guru dalam Kemitraan dengan Orang tua
Beberapa akan dipaparkan beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengoptimalkan layanan anak dengan kebutuhan khusus:
- Sikap Guru yang Selalu Membantu.
- Bertindak Proaktif dengan Orang tua
- Perpustakaan yang dapat dipinjam
- Makan bersama Orang tua dan Pameran Seni Karya
- Kerja Bersama di Hari Sabtu
- Pertemuan Orang tua
- Mengatasi Komplain Orang tua
- Ketika Terjadi Kecelakaan
- Daftar Baby Sitter
- Buku Catatan Orang tua dan Daftar Telepon
- Pertemuan Orang tua dan Guru
- Kursus Bagi Orang tua
- Hari HIburan Anak dan Keluarga
- Buku Pesan untuk Orang tua
Dr. Yuliani Nurani Sujiono, M.pd(2009) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.Kembangan-Jakarta Barat.