1.
Kognisi
Istilah kognisi berasal dari bahasa
Latin cognoscere yang artinya mengetahui. Kognisi adalah istilah ilmiah
untuk proses pikiran, yaitu bagaimana manusia melihat, mengingat, belajar
dan berpikir tentang informasi.
Kognisi
dipahami sebagai proses mental karena kognisi
mencermikan pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu
kognisi tidak dapat diukur secara langsung, namun melalui perilaku yang
ditampilkan dan dapat diamati. Misalnya kemampuan anak untuk mengingat angka
dari 1-20, atau kemampuan untuk menyelesaikan teka-teki, kemampuan menilai
perilaku yang patut dan tidak untuk di imitasi.
Proses kognitif menggabungkan antara informasi yang diterima melalui indera
tubuh manusia dengan informasi yang telah disimpan di ingatan jangka panjang.
Kognisi
sangat erat kaitannya dengan proses berpikir, dimana berpikir melibatkan proses
manipulasi informasi secara mental, seperti membentuk konsep-konsep abstrak,
menyelesaikan beragam masalah, mengambil keputusan, dan melakukan refleksi
kritis atau menghasilkan gagasan kreatif.
Konsep
(concepts) ialah proses dasar dari
berpikir, karena konsep merupakan kategori-kategori mental yang digunakan untuk
mengelompokkan objek-objek, kejadian-kejadian, dan beragam sifat. Konsep
merupakan potongan/ bagian yang membangun pikiran manusia, oleh karena itu
konsep sangat mempengaruhi pola berpikir setiap manusia. Pemahaman akan konsep
akan menghasilkan kelanjutan dari proses berpikir yaitu pemecahan masalah.
Pemecahan
masalah ialah suatu proses berpikir dalam mencapai suatu maksud / tujuan,
dimana dalam mencapai tujuan tersebut terdapat berbagai hambatan yang berkaitan
dengan penggunaan informasi-informasi dari konsep selama proses berpikir.
Kemampuan manusia dalam memecahkan masalah sangat dipengaruhi oleh konsep
berpikir yang dimiliki oleh manusia tersebut.
2.
Bahasa
Bahasa
dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk
menginterpretasikan atau menyampaikan isi pikiran dari seseorang dengan yang
lainnya. Bahasa merupakan suatu proses kognitif yang paling signifikan (jelas)
yang ada pada manusia.
Bahasa
distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia. Kemampuan berbahasa
merupakan hasil dari proses kognisi yang telah matang yang ada pada manusia.
Titik awal dari teori kognitif ialah anggapan terhadap kapasitas kognitif
seseorang dalam menemukan suatu struktur bahasa yang ada disekelilingnya.
Proses belajar bahasa secara kognitif merupakan proses kognitif yang kompleks
karena menyangkut lapisan bahasa yang terdalam. Lapisan bahasa tersebut ialah:
ingatan (memori), persepsi, pikiran, makna dan emosi yang saling berpengaruh
dalam jiwa manusia.
Dengan
bahasa individu mampu mengabstraksikan pengalamannya dan mengkomunikasikannya
pada orang lain karena bahasa merupakan sistem lambang atau simbol yang tidak
terbatas yang mampu mengungkapkan segala pemikiran. Struktur bahasa sangat
dipengaruhi oleh struktur pikiran (kognisi) suatu individu. Bahasa dapat
dianalogikan sebagai jalan atau cara dalam mengapresiasikan hasil proses
berpikir kompleks yang digunakan dalam pemecahan masalah yang ada dalam
lingkungan hidup individu.
STUDI KASUS 1
Seorang anak berumur 5 tahun diidentifikasi
mengalami autisme, dimana ia dalam usianya belum dapat melakukan perkembangan
baik secara motorik dan emosional. Kelainan sikap yang dimiliki anak ini mulai
disadari orangtuanya ketika ia berumur 2 tahun, dimana pada saat itu anak
seusianya sudah dapat mulai belajar untuk berbicara, anak ini malah memiliki keterlambatan
kemampuan bicara hingga usianya seperti sekarang ini, semakin bertambah usia,
perilaku anak ini semakin mencurigakan orangtuanya seperti anak ini mulai
seperti memiliki dunianya sendiri, terkadang tertawa sendiri, menangis sendiri
dan marah-marah sendiri, dan anak ini sangat sulit dalam kemampuan kontak mata
dengan lawan bicara, ekspresi wajah anak tidak dapat dengan jelas dimengerti
dan hiperaktif.
Dalam kaitannya dengan kognisi, autis
disebabkan oleh kerusakan area tertentu di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum
yang bertanggung jawab pada konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood,
sehingga anak penderita autis tidak mampu mengkoordinasikan kemampuan
kognisinya dalam kemampuan berbahasa maupun kemampuan dasar lainnya yang
dimiliki anak normal.
Anak penderita autisme cenderung tidak memiliki
kemampuan berbahasa yang baik, serta tidak berusaha untuk berkomunikasi secara
non-verbal, sering menggunakan bahasa aneh dan berulang-ulang.
Bahasa yang merupakan jembatan antara kognisi dan
perilaku bagi setiap individu tidak dapat melakukan perannya sebagaimana
mestinya pada penderita anak autis, sehingga hasil dari proses kognisi dan
berbahasa yang tidak sebagaimana mestinya, anak autis memiliki taraf kemampuan
yang jauh berbeda dengan usianya. Sebagai contoh anak autis berusia 10 tahun
hanya dapat melakukan kemampuan kognitif dan berbahasa yang dimiliki anak
berusia 5 tahun.
STUDI
KASUS 2
Jika melihat bagaimana anak-anak berusia 3 tahun
berkomunikasi, maka kita akan melihat anak-anak tersebut umumnya hanya
berbicara perkata saja. Contohnya, seorang anak yang berusia 3 tahun rata-rata
hanya dapat mengatakan kata “mama”, “papa”, “hai”, dan kata-kata lain yang
mudah diucapkan oleh mereka. Hal tersebut dikarenakan kognitif mereka yang baru
akan berkembang, sehingga dalam berbahasa pun mereka masih menggunakan
kata-kata yang sederhana.
1. Definisi Kognisi
Kognisi
dapat didefinisikan sebagai proses intelektual (seperti persepsi, memori,
fikiran, dan bahasa) sebagai proses intelektual dimana informasi diperoleh,
diubah, disimpan, diambil, dan digunakan. Tiga aspek utama :
1. kognisi memproses
informasi. Informasi adalah bagian dari kognisi : bagian yang diperoleh, diubah,
disimpan, dan digunakan. Dan kategori ini dibahas dalam bentuk kategori atau
konsep.
2. kognisi bersifat aktif.
informasi yang kita terima secara aktif diubah, disimpan, dan
digunakan dalam proses
kognisi. pada kognisi, informasi di :
a.
Informasi
diperoleh melalui indera
b.
Informasi
ditransformasi melalui proses persepsi dan berfikir
c.
Informasi
disimpan dan didapatkan kembali melalui proses persepsi
d.
Informasi
digunakan pada pemecahan masalah dan bahasa
3. kognisi berguna. maksudnya yaitu memiliki
tujuan. kita berfikir karena ada sesuatu yang
tidak kita pahami. kita gunakan bahasa saat
kita ingin berkomunikasi dengan yang lain.
kita
menciptakan saat kita butuh sesuatu yang tidak ada. manusia berfikir untuk
bertahan
hidup
secara fisik dan di lingkungan sosial.
2. Konsep : Unit Dasar dari Berfikir
Konsep
adalah unit dasar dari berfikir. Konsep adalah kategori umum dari hal, peristiwa,
dan kualitas yang dihubungkan berdasarkan suatu ciri-ciri yang umum tanpa
memedulikan perbedaan mereka. Contohnya dapat dilihat pada sepeda. Pada umumnya
banyak sekali jenis sepeda tapi kita tahu bahwa semua sepeda memiliki ciri umum
yang sama yaitu memiliki dua roda, pedal, dan setang. Dan kita tahu apa-apa
saja yang bukan sepeda seperti motor, mobil, dan lain-lain.
Empat
alasan kenapa konsep sangat penting.
1.
Konsep memungkinkan kita untuk melakukan
generalisasi.
Bila kita
tidak memiliki konsep, setiap objek dan kejadian dalam dunia kita akan menjadi
unik dan sesuatu yang baru untuk kita setiap kita berhadapan dengannya.
2. Konsep memungkinkan kita untuk membuat asosiasi pengalaman dan benda-benda
yang ada.
Bola basket,
hoki es, dan lari dalam lintasan merupakan contoh-contoh olahraga. Konsep
olahraga memberikan kita cara untuk membandingkan aktivitas-aktivitas ini.
3. Konsep membantu ingatan, membuatnya menjadi lebih efisien, sehingga tidak
harus menciptakan kembali pemahaman atau makna ketika kita berhadapan dengan
potongan informasi.
4. Konsep menyediakan petunjuk mengenai bagaimana kita bereaksi terhadap
suatu pengalaman tertentu.
Dua model diajukan untuk menjelaskan
struktur konsep yang ada di dalam pikiran model klasik dan model purwarupa. Model klasik (classical model) yaitu
semua hal memiliki ciri yang membedakannya dari hal lainnya. Contohnya, konsep
segitiga membutuhkan bentuk geometrik yang memiliki tiga sisi. Pandangan tentang konsep ini mendeskripsikan
kategori bentuk geometrik dengan baik, namun hal ini belum tentu sudah lengkap.
Bila sebuah konsep tergantung pada karakteristik pembedanya, maka upaya untuk
memspesifikasikan ciri-ciri ini harus dapat dilakukan secara langsung. Namun,
hal ini akan sulit dilakukan pada sejumlah konsep yang sering digunakan.
Contohnya, “dapat terbang” dapat menjadi konsep pembeda dari konsep burung.
Namun, burung unta dan pinguin adalah kelompok burung yang tak dapat terbang.
Keterbasan lain dari konsep ini adalah tidak dapat menjelaskan bagaimana orang
dapat membuar penilaian mengenai beberapa bagian dari sebuah konsep sebagai
sesuatu yang tipikal dibandingak dengan yang lainnya.
Model
purwarupa (prototype model)
menekankan bahwa ketika seseorang menilai apakah bagian tertentu menunjukkan
konsep tertentu, mereka membandinkan bagian tersebut dengan bagian-bagian yang
paling tipikal untuk menggambarkan konsep tersebut dan mencari untuk “kesamaan
kelompok”. Burung biasanya terbang, berkicau, dan membangun sarang, namun ada
beberapa kelompok yang menunjukkan pengecualian seperti pinguin yang tak bisa
terbang, berkicau dan membangun sarang. Model purwarupa beranggapan bahwa
ciri-ciri yang membedakan dari konsep lain digunakan untuk menciptakan gambaran
mengenai kebanyakan atau anggota ideal ideal dari setiap konsep.
2.1 Jenis-jenis Konsep
1.
Simple Consept, didasarkan pada satu ciri umum saja, misalnya konsep merah. Jika suatu
benda bewarna merah maka benda itu akan masuk ke dalam konsep merah tanpa
memedulikan karakteristik lainnya.
2.
Complex Concept, didasarkan pada ciri-ciri yang lebih kompleks.
a.
Conjuctive Concepts didefinisikan oleh kehadiran simultan dari dua atau lebih
karakteristik umum. Konsep bibi
adalah contoh dari conjunctive concept karena bibi memiliki dua simultan yang
mendefinisikan karakteristik (perempuan dan seorang kakak dari orang tua mu).
Jadi, untuk masuk ke dalam konsep tersebut, suatu objek harus memiliki semua
ciri-ciri yang ada.
b.
Disjuctive Concepst didefinisikan oleh kehadiran satu karakteristik umum atau
yang lainnya, atau keduanya.
Contohnya, seseorang bisa saja dianggap skizofrenia jika ia terus-menerus
memiliki pengalaman salah dalam persepsi (seperti mendengan suara-suara yang
sebenarnya tak ada) atau terus menerus menyakini sesuatu yang salah (seperti
mempercayai bahwa ia adalah raja atau agen CIA), atau keduanya. Jadi, untuk masuk ke dalam konsep tersebut, suatu
objek harus memiliki satu ciri tertentu atau ciri lainnya.
2.2 Natural
Concepts
Ditemukan oleh
Eleanor Rosch (1973) yang menyatakan bahwa beberapa konsep lebih mudah untuk
dipelajari manusia daripada yang lainnya; dan beberapa konsep lebih natural.
Menurut Rosch, natural concepts punya dua karakteristik utama, yaitu basic dan prototypical.
2.3 Konsep Natural Dasar.
Konsep dasar
adalah salah satu konsep yang memiliki tingkat medium inklusif. Inklusif hanya
mengacu pada jumlah bagian-bagian yang termasuk dalam konsep. Tiga tingakat
inklusif yang dikemukakan oleh Rosch :
1.
Superordinate concepts are very inclusive. Mengandung banyak bagian. Misalnya kendaraan, kendaraan
adalah konsep superordinat yang mengandung banyak jenis seperti motor, kapal,
pesawat, dan lain-lain
2.
Basic concepts are of a medium degree of inclusiveness. Mobil sebagai contoh dari konsep dasar karna mobil sedikit
dibawah konsep superordinat yang berupa kendaraan, tapi kategori ini masih
terdiri dari banyak jenis.
3.
Subordinate concepts are the least inclusive level of
concepts. Contoh nya seperti
mobil jenis olahraga yang tingkatannya dibawah konsep dasar dan konsep
superordinat.
Rosch menyatakan
bahwa konsep dasar lebih natural dan oleh karena itu lebih mudah dipelajari dan
digunakan. Anak-anak biasanya mempelajari konsep dasar, seperti mobil sebelum mereka mempelajari konsep
superordinat atau subordinat.
Rosch menyatakan
bahwa penjelasan tentang berbohong pada beberapa karakteristik dari konsep
dasar yang “pas” pada intelektual manusia dengan sangat baik.
1. Basic concepts share
many attributes. Sebagai contoh, bagian dari
konsep dasar obeng digunakan untuk
memutar sekrup, memiliki tonjolan logam, memiliki pegangan, biasanya 4 sampai
10 inci, dan sebagainya. Kategori superordinat alat memiliki karakteristik
kesamaan yang jauh lebih sedikit.
2. Members of basic
concepts share similar shapes. Semua obeng (konsep
dasar) memiliki bentuk yang hampir sama, tetapi kesamaan itu tidak dapat
dikatakan untuk semua alat (konsep superordinat).
3. Member of basic
concepts often share motor movements.
Gerakan motor yang berhubungan dengan bagian dari tingkat konsep dasar yang
mirip (memutar obeng), tapi kesamaan itu tidak bisa dikatakan untuk konsep
superordinat (gerakan motor untuk menggunakan berbagai jenis alat ini sangat
berbeda).
4. Basic concepts are
easily named. Jika Anda diminta untuk
menyebutkan setengah lusin objek dalam kelas Anda, sebagian besar kata-kata
yang akan Anda gunakan mungkin akan mengacu pada konsep dasar dimana benda itu
dikelompokkan. Bila mengacu pada obeng berlapis krom, kita cenderung untuk
mengatakan itu obeng bukan perkakas atau obeng berlapis krom.
Rosch berpendapat bahwa empat
karakteristik dari konsep dasar membuat mereka lebih "alami"-lebih
mudah dipelajari dan digunakan dalam sistem pengolahan informasi manusia.
2.4 Konsep
Natural adalah Prototipe yang Baik
Karakteristik
kedua dari konsep natural menyatakan bahwa mereka adalah contoh yang baik, atau
prototipe (Rosch, 1975). Jika Anda
diminta untuk memberikan contoh terbaik, atau prototipe, dari konsep
superordinat "mainan", Anda mungkin berkata "boneka" atau
mainan "truk pemadam kebakaran", tapi Anda tidak mungkin mengatakan
"bak pasir". Demikian pula, Anda
mungkin berpikir "kursi" atau "sofa" sebagai prototipe dari
konsep superordinat dari "furnitur" tetapi Anda tidak akan memikirkan
"karpet". Rosch menunjukkan bahwa konsep natural bisa menjadi
kedua bagian dari dasar dan prototipe yang baik.
Dalam
penelitiannya dengan suku Dani Papua Nugini, Rosch (1973) telah memberikan
bukti menarik untuk mendukung gagasannya bahwa konsep natural adalah prototipe
yang baik. Suku ini memiliki teknologi yang sangat terbatas pada tahun 1970,
hanya memiliki dua konsep warna dalam kosakata: "mola" untuk warna
terang dan "mili" untuk warna gelap. Oleh karena itu, orang-orang ini
adalah individu yang ideal untuk penelitian pada belajar konsep warna baru.
Dani
yang merupakan partisipan dari penelitian Rosch diajarkan untuk memberikan
label pada kategori warna yang berhubungan dengan keduanya, yaitu
"murni" warna primer (panjang gelombang yang dekat bagian tengah dari
kisaran digambarkan sebagai merah atau biru, misalnya) dan warna menengah
(seperti hijau kebiruan). Kedua jenis nama warna adalah konsep-konsep dasar (dengan
konsep superordinatnya "warna"), tetapi Dani mempelajari nama-nama
warna primer dengan lebih mudah.
3.
Pemecahan
Masalah
Menurut Tennysen (1979) dalam Wasis
(1999) masalah adalah suatu keadaan dimana pengetahuan yang tersimpan dalam
memori untuk melakukan suatu tugas pemecahan belum siap pakai. Sedangkan
menurut Ellen D. Gagne (1985) menyebut masalah sebagai ada tujuan tetapi belum
diidentifikasi cara mencapainya.
Dengan simpulan lain, masalah
merupakan kesenjangan antara tujuan yang ingin diselesaikan dengan pengetahuan
yang siap pakai. Pengetahuan yang siap pakai berkaitan dengan pikiran (kognisi)
yang dipakai dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Pemecahan masalah menurut Robert W.
Bailey (1989) merupakan suatu kegiatan kompleks dan tingkat tinggi dari proses
mental seseorang. Sedangkan pemecahan masalah menurut Laura A. King ialah usaha
untuk menemukan cara yang tepat untuk mencapai sebuah tujuan ketika tujuan
tersebut tidak dapat langsung diraih.
Sehingga apabila kedua pendapat ini
dikombinasikan, pemecahan masalah ialah usaha dalam menemukan cara yang tepat
dalam mencapai sebuah tujuan dan dalam pencapaian tersebut menggunakan proses
dengan metode kompleks dari penggunaan pikiran (kognisi) dan mental seseorang.
Keterampilan seseorang dalam
pemecahan masalah sangat berkaitan dengan kreativitas berpikir seseorang, dan
kreativitas berpikir itu sendiri diperoleh berdasarkan proses belajar yang
telah dialami oleh seseorang dalam bentuk pengamalan hidup. Sebagai contoh,
kemampuan memecahkan suatu masalah oleh anak SMP dengan usia 13-15 tahun pasti
amat berbeda dengan anak SMA dengan rentang usia 16 tahun keatas. Hal ini
dikarenakan proses belajar yang dilakukan oleh mental anak SMP berbeda dengan
anak SMA.
Dasar kognitif (kemampuan berpikir)
dalam pemecahan masalah berkaitan dengan hal-hal berikut: pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis dan evaluasi.
Menurut Robert W. Balley (1989) ada
3 poin penting dalam pemecahan masalah, yaitu:
3.1 Mengidentifikasi
permasalahan
Proses identifikasi merupakan
proses awal dimana seseorang lewat memori pengalaman yang dimilikinya dapat
membedakan yang mana yang disebut dengan masalah dan yang mana yang tidak.
Kesalahan yang dilakukan dalam mengidentifikasi masalah ini berawal dari
kesalahan belajar konsep, dimana belajar konsep membuat suatu pengelompokan
atau pengkategorian data-data yang ada, sehingga dengan adanya pengkategorian
data tersebut proses kognisi manusia akan terbentuk untuk mengidentifikasi
masalah.
3.2 Sistematika penyusunan
dalam penyelesaian masalah
Dalam
menyelesaikan masalah, dibutuhkan adanya strategi awal (perencanaan) akan
pendekatan yang bagaimanakah yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah
tersebut. Dalam Laura A. King, terdapat beberapa metode yang perlu diperhatikan
dalam penggunaan pendekatan masalah itu sendiri:
-
Subgoaling
Yang dimaksudkan
disini ialah membuat suatu penyusunan akan tujuan-tujuan kecil dan utama dari
setiap poin permasalahan, sehingga dengan adanya subgoaling, kerangka pemecahan masalah mulai terbentuk secara
perlahan.
-
Algorithms
Algoritma yang
dimaksud disini ialah solusi pemecahan masalah yang sistematis dan terjamin.
Algoritma dapat berupa bentuk instruksi, rumus dan menguji kemungkinan. Tetapi
metode ini jarang digunakan karena memakan waktu dan usaha yang relatif rumit.
-
Heuristik
Heuristik merupakan strategi pemecahan masalah
dengan menggunakan panduan atau arah, tetapi dengan cara ini tidak dijamin akan
memperoleh adanya pemecahan masalah yang akurat karena kurangnya evaluasi
terhadap setiap kemungkinan solusi yang ada.
3.3 Alternatif Penyelesaian
Masalah
Dengan
adanya proses identifikasi masalah berdasarkan kategori-kategori tertentu dan
dilakukannya penyusunan strategi dalam penyelesaian masalah, maka pada tahap
ini akan diperoleh berbagai solusi alternatif yang akan dievaluasi lebih lanjut
lagi dalam menyelesaikan masalah. Pengevaluasian solusi-solusi alternatif
masalah ini sangat didukung oleh konsep pikiran manusia tersebut tentang
kriteria keefektifan solusi. Dimana berdasarkan pengalaman yang berbeda-beda
dari tiap orang, konsep kriteria pemecahan masalahnya juga berbeda.
Dalam proses melaksanakan solusi
yang telah diproses tadi, manusia juga melakukan proses belajar, dimana apabila
dengan solusi yang telah dipilih dapat menyelesaikan permasalahan yang ada,
maka untuk permasalahan selanjutnya manusia akan cenderung mengikuti pola-pola
pemecahan masalah yang telah ia pelajari sebelumnya. Dan manusia tentu akan
menambahkan konsep baru dalam pemecahan masalah yang akan dihadapi selanjutnya,
dan bersedia mengembangkan pemahamannya akan pemecahan masalah dan melakukan
perbaikan atas kesalahan-kesalahan dalam tahapan-tahapan menyelesaikan masalah
yang telah terjadi sebelumnya.
3.4
Faktor
Emosional dalam Membuat Keputusan
Suasana
hati mempengaruhi cara berpikir kita. Suasana hati negative dan positif
ditemukan memiliki hubungan dengan penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan.
Suasana
hati negative dihubungkan dengan proses
berpikir yang sempit dan analitis. Orang yang merasa sedang rewel cenderung
tidak menggunakan heuristik dan melihat permasalahan dengan lebih hati-hati,
dan mengambil kesimpulan dengan logika. Sebaliknya, suasana hati positif
berhubungan dengan penggunaan heuristic dan membuat kesalahan. Para peneliti
menjelaskan hal ini dalam dua cara:
1. Ditunjukkan
bahwa suasana hati positif menyebabkan otak memunculkan asosiasi yang beragam
dalam ingatan, sehingga orang tidak dapat memikirkan masalah yang tengah
dihadapinya.
2. Disebutkan
bahwa orang-orang yang tengah bahagia menjadi terlalu sibuk untuk
mempertahankan suasana hati positif mereka dan berhenti memikirkan masalah yang
tengah dihadapinya.
Penelitian
ini sedikit memberikan gambaran negative tentang orang-orang yang bahagia.
Dibawah pengaruh suasana hati yang positif, orang-orang tidak dapat diharapkan
untuk berpikir dengan sangat jernih. Dalam suasana hati yang bagus, orang
cenderung untuk fleksibel dalam berpikir dan untuk menjadi kreatif dalam
pembentukan konsep dan strukturnya.
Suasana
hati positif juga berhubungan dengan penyelesaian masalah secara kreatif.
Suasana hati positif membuat kita menjadi penghasil gagasan yang lebih baik dan
lebih terbuka pada segala macam fantasi.
Bertentangan
dengan penelitian sebelumnya, Isen (2004) menunjukkan bahwa suasana hati
positif cenderung untuk terlibat dalam pemikiran yang mendalam untuk menanggapi
situasi yang ada dan mempelajari masalah yang ada.
Suasana
hati bahagia membuat kita lebih efisien untuk menetapkan pilihan yang
memuaskan, sementara suasana hati yang tidak bahagia membuat kita tersesat
dalam pikiran yang tidak perlu.
3.5
Pemecahan
Masalah Secara Kreatif Dengan Pemikiran Konvergen dan Divergen
Kreativitas adalah kemampuan untuk
membuat produk atau ide-ide baru yang berguna bagi orang lain.
Konsep mengenai pemikiran konvergent
dan divergent yang dikemukakan oleh Guilford seorang psikolog Amerika (1950, 1967) menjadi
awal yang sangat baik dalam pemahaman kreativitas. Pemikiran Konvergent merupakan pemikiran secara logis
dan konvensional
yang berfokus pada masalah
sampai ditemukan solusinya. Sebagai contohnya, ketika kita diminta untuk
memecahkan masalah aljabar, kita akan menggunakan keterampilan pemikiran
konvergen untuk memberikan jawaban. Dalam hal ini, Pendidikan
formal
lebih menekankan
pengajaran dan penilaian dengan menggunakan pemikiran konvergen. Siswa didorong untuk
menemukan jawaban yang benar. Sebaliknya, pemikiran Divergen diatur dengan
longgar, hanya sebagian diarahkan dan tidak konvensional. Tidak seperti
pemikiran konvergen, pemikiran divergen menghasilkan jawaban yang harus dievaluasi
secara subyektif. Pemikir
divergen, dengan kata lain, lebih mudah keluar dari mind-set yang membatasi
pemikiran kita. Dalam budaya kita, orang-orang yang menggunakan pemikiran divergen cenderung dianggap kreatif (Butcher,
1968).
Selain
menjadi pemikir divergen, individu yang kreatif kerap digambarkan sebagai
orang-orang yang memiliki karakteristik berikut (Perkins, 1994).
a. Berpikir secara fleksibel dan suka bermain dengan pikiran : orang yang berpikir secara kreatif
selalu fleksibel dan bermain dengan beragam masalah. Walaupun kreativitas
membutuhkan kerja keras, namun bila dianggap sebagai sesuatu yang ringan, maka
akan berjalan dengan lancar. Dalam cara ini, lelucon menjadi pelumas untuk
pergerakkan roda gagasan yang kreatif (Goleman, kaufman, & Ray, 1993).
b.
Motivasi internal : Orang-orang kreatif sering kali
dimotivasi oleh kepuasan dalam menciptakan sesuatu. Mereka cenderung kurang
terdorong untuk mencapai nilai , uang ataupun pujian dari orang lain. Hal itu
disebabkan karena orang-orang kreatif termotivasi dari dalam diri dan bukan
dari luar.
c.
Keinginan untuk menghadapi risiko: orang-orang kreatif membuat lebih
banyak kesalahan dibandingkan mereka yang kurang kreatif. Hal ini bukan karena
mereka kurang ahli, tetapi ini disebabkan karena mereka menghasilkan lebih
banyak gagasan dan kemungkinan juga kehilangan atau gagal lebih banyak.
Contohnya seniman asal Spanyol, Pablo Picasso menciptakan lebih dari 20.000
lukisan, namun tidak semuanya merupakan karya luar biasa. Para pemikir kreatif
belajar untuk menghadapi ketidakberhasilan dalam proyek dan melihat kegagalan
sebagai kesempatan belajar.
d.
Penilaian objektif dari suatu karya.
kebanyakan
Pemikir kreatif berusaha untuk mengevaluasi kerja mereka secara objektif.
Mereka mungkin menggunakan sejumlah kriteria yang sudah ada untuk membuat
penilaian tertentu atau mengandalkan penilaian dari orang yang dihormati dan
dipercaya.
Dengan cara ini, mereka dapat
menentukan apakah proses berpikir kreatif lebih jauh akan dapat meningkatkan
kualitas kerja mereka.
Terlepas dari kemampuan individu,
bagaimana proses kreatif terjadi?
Beberapa tahun yang
lalu,
Wallas (1962) mengemukakan bahwa pemecahan masalah secara kreatif
biasanya berlangsung dalam empat langkah:
1.
persiapan, upaya awal
untuk merumuskan masalah, mengingat fakta yang relevan, dan berpikir tentang
solusi yang mungkin.
2.
inkubasi: adalah masa istirahat. Wallas menggunakan inkubasi panjang
untuk membandingkan solusi
kreatif bagi
gagasan yang harus diinkubasi selama beberapa saat sebelum dikeluarkan. orang yang mencoba untuk memecahkan masalah
yang sulit yang membutuhkan solusi
kreatif umumnya merasa perlu
untuk mengesampingkan masalah untuk sementara waktu setelah masa persiapan awal.
3.
illumination/
Pencerahan: Mengacu kepada wawasan yang
berhubungan dengan solusi. Dimana semua potongan informasi yang kita punya
tentang masalah tersebut tampak saling melengkapi dan cocok.
4.
Verifikasi: melibatkan langkah penting tapi terkadang tahap
ini merupakan antiklimaks
dari pencarian solusi.
3.6 Keragaman
Manusia: Pengaruh Budaya Terhadap Penyimpulan Penalaran
Penelitian
psikologis telah mengungkapkan beberapa hal penting di mana orang yang
dibesarkan dalam budaya yang berbeda memiliki cara berpikir berbeda pula. Misalnya, karena Hong Kong merupakan
koloni Inggris selama 100 tahun, banyak warganya yang dibesarkan
dalam budaya yang mengandung banyak unsur barat dan asia timur. Seorang psikolog yang berasal dari
Universitas Hong Kong, Ying-Ying Hong meyakini bahwa seseorang Dwibudaya beralih
antara dua mind-set mereka,
budaya ketika mereka bergerak antara budaya cina dan barat. Misalnya, seorang imigran ke amerika serikat
mungkin berpikir dan bertindak dengan cara yang sesuai dengan budaya Amerika di
tempat kerja, tetapi beralih ke budaya cina ketika di rumah bersama suami dan orang tua.
4.
BAHASA
: SIMBOL KOMUNIKASI
4.1
Pengertian
Bahasa
Bahasa adalah suatu sistem
dari lambang bunyi arbiter (tidak ada
hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya) yang dihasilkan oleh alat
ucap manusia yang berfungsi sebagai alat untuk berkomunikasi (pertukaran informasi antara pikiran dan
perasaan).
Bahasa memungkinkan kita berkomunikasi dengan orang
lain di sekitar kita. Bahasa juga memungkinkan kita untuk memikirkan tentang
hal-hal dan proses-proses yang terjadi yang tidak dapat kita lihat, rasa,
dengar, sentuh , atau baui. Hal-hal ini mencakup mengenai ide-ide ataupun
konsep-konsep yang tidak memiliki bentuk / wujud untuk diserap indera kita.
Walaupun fungsi utama bahasa adalah sebagai alat untuk
berkomunikasi, tetapi tidak semua komunikasi dilakukan lewat bahasa. Komunikasi
juga memadu aspek-aspek lain di luar bahasa ujaran. Aspek-aspek tersebut antar
lain :
·
Aspek
pertama
Komunikasi dapat dilakukan dengan
cara-cara non-verbal (misalnya : bahasa tubuh).
Contoh : Saat sedang sedih biasanya
raut wajah seseorang akan tampak murung. Hal ini dapat member informasi bagi
orang lain bahwa seseorang itu sedang bersedih tanpa harus memberitahu lewat
bahasa ujaran.
·
Aspek kedua
Komunikasi bisa dilakukan lewat
tatapan karena tatapan bisa menggambarkan banyak tujuan.
Contoh : Tatapan mata yang tajam dan
menakutkan bisa saja menjadi indikasi bahwa seseorang sedang marah dan kesal.
·
Aspek ketiga
Dalam aspek ketiga ini komunikasi
juga dapat dilakukan lewat sentuhan atau kontak fisik yang bermakna.
Contoh : Kita sering memnberikan
ucapan selamat kepada seseorang dengan jabatan tangan atau sebuah pelukan.
4.2 Hakikat Bahasa
Arti kata hakikat menurut KBBI memiliki
pengertian intisari atau mendasar. Jadi, hakikat bahasa dapat dipahami
sebagai sesuatu yang mendasar dari bahasa.
Hakikat Bahasa diantaranya :
·
Bahasa
sebagai alat komunikasi
Bahasa menjadi penyampai pesan dari
penyapa kepada yang disap. Komunikasi harus
bermakna atau berarti baik bagi penyapa atau pesapa. Komunikasi dapat bermakna
jika sistem tanda yang digunakan sebagai alat komunikasi tersebut informatif.
·
Bahasa
bersifat arbitrer
Pengertian arbitrer
dalam studi bahasa adalah manasuka, asal
bunyi, atau tidak ada hubungan logis antara kata sebagai simbol (lambang) dengan
yang dilambangkan. Arbitrer berarti dipilih secara acak tanpa alasan
sehingga ciri khusus bahasa tidak dapat diramalkan secara tepat.Secara leksis,
kita dapat melihat kearbitreran bahasa. Kata anjing digunakan dalam
bahasa Indonesia, Biang dalam bahasa Batak, Dog dalam bahasa
Inggris. Hal ini memiliki kata yang berbeda untuk menyatakan konsep yang sama.
Kearbitreran bahasa di dunia ini menyebabkan adanya kedinamisan bahasa.
·
Bahasa
sebagai system
Setiap bahasa
memiliki sistem, aturan, pola, kaidah sehingga memiliki kekuatan atau alasan
ilmiah untuk dipelajari dan diverifikasi. Pada hakikatnya, setiap bahasa
memiliki dua jenis sistem yaitu sistem
bunyi dan sistem arti. Sistem bunyi mencakup bentuk bahasa dari tataran
terendah sampai tertinggi (fonem, morfem, baik morfem bebas maupun morfem
terikat, frase, paragraf, dan wacana).
Sistem bunyi
suatu bahasa tidak secara acak- acakan, tetapi mempunyai kaidah- kaidah yang
dapat diterangkan secara sistematis. Sistem arti suatu bahasa merupakan isi
atau pengertian yang tersirat atau terdapat dalam sistem bunyi.
Sistem bunyi dan sistem arti memang tidak dapat dipisahkan karena yang pertama merupakan dasar yang kedua dan yang kedua merupakan wujud yang pertama.
Sistem bunyi dan sistem arti memang tidak dapat dipisahkan karena yang pertama merupakan dasar yang kedua dan yang kedua merupakan wujud yang pertama.
·
Bahasa
memiliki makna
Makna
adalah arti, maksud atau pengertian
yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan untuk menghubungkan bentuk
kebahasaan tersebut dengan alam di luar bahasa atau semua hal yang ditunjuknya.
·
Bahasa
bersifat produktif / generatif
Hal ini
diartikan sebagai kemampuan unsur bahasa untuk menghasilkan terus- menerus dan
dipakai secara teratur untuk membentuk unsur- unsur baru. Prefik /meN-/ dan
/di-/, misalnya dapat melekat pada setiap kata kerja dan fungsinya masing-
masing membentuk kata kerja aktif dan kata kerja pasif dalam bahasa Indonesia.
·
Bahasa
bersifat universal
Bahasa merupakan
sesuatu yang berlaku umum dan dimiliki setiap orang. Pada sifat internal
bahasa, universal adalah kategori linguistik yang berlaku umum untuk semua bahasa.
·
Bahasa
bersifat unik
Hal ini terlihat
dari studi bahasa adalah kategori bahasa yang tersendiri bentuk dan jenisnya
dari bahasa lain. Setiap bahasa ada perbedaan dengan bahasa lain meskipun
termasuk dalam bahasa serumpun.
·
Bahasa
bersifat dinamis
Bersifat dinamis
maksudnya bahwa bahasa selalu berkembang dari waktu ke waktu. Bahasa Indonesa
yang kita pakai sekarang bukanlah bahasa yang tidak pernah berkembang. Bahkan,
bahasa Indonesia yang dipakai sekarang merupakan hasil dari pekembangan bahasa
Melayu yang tentunya sangat berbeda dengan bahasa Indonesia yang kita pakai
sekarang.
·
Bahasa
bersifat konvensional
Konvensional dapat
diartikan sebagai satu pandangan atau anggapan bahwa kata- kata sebagai penanda
tidak memiliki hubungan instrinsik atau inhern dengan objek, tetapi berdasarkan
kebiasaan, kesepakatan atau persetujuan masyarakat yang didahului pembentukan
secara arbitrer. Tahapan awal adalah manasuka/arbitrer, kemudian hasilnya
disepakati/ dikonvensikan, sehingga menjadi konsep
yang terbagi bersama (socially shared concept).
Setiap kita
berbicara, kita terlibat dalam konvensi. Jika seseorang melihat kata kursi atau
mendengar bunyi kursi, secara
langsung dapat mengetahui bahwa kata itu merujuk pada sesuatu yang lain. Kita
tahu bahwa tidak ada hubungan yang inhern antara kata kursi dengan benda kursi.
Kata itu merujuk pada benda karena ada konvensi penamaan atau penyebutan benda
tertentu dengan suatu nama tertentu.
4.3
Semantik
: Makna dari Ucapan/Ujaran
Semantik
dari (Bahasa Yunani : Semantikos yang berarti memberikan tanda, penting; dari kata Sema : tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu
bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain, Semantik
adalah pembelajaran tentang makna.
Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain: Sintaksis (akan dijelaskan kemudian).
pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika,
penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks tertentu.
Ditinjau dari fungsi bahasa,
semantik dan bahasa sangatlah berkaitan erat. Fungsi bahasa adalah untuk menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksud adalah yang
bermakna yang dikomunikasikan / disampaikan lewat bahasa. Disinilah letak
hubungan antara semantik dan bahasa.
Tahap
Awal Perkembangan Bahasa
Salah satu hal yang paling menarik dari perkembangan
bahasa adalah interaksi linguistik anak dengan orangtua dan kepatuhan anak pada
peraturan tertentu. Walau anak telah mempelajari konsep dan kosakata sejak usia
dini, namun mereka huga mempelahari bagaimana bahasa mereka digunakan bersama.
Kebanyakan individu mengembangkan pemahaman mereka
dengan baik tentang kosakata dan struktur bahasanya pada masa kanak-kanak.
Misalnya, kebanyakan orang dewasa di Amerika telah memiliki kosakata setidaknya
lebihkurang 50.000 kata. Para peneliti telah menunjukkan minat pada proses
dimana aspek-aspek bahasa ini berkembang. Melalui banyak penelitian ini, kita
akan paham tentang pencapaian utama dalam perkembangan bahasa.
Sebagai contoh, dalam penelitian Patricia Kuhl
tentang perkembangan bahasa bayi menunjukkan bahwa jauh sebelum bayi mulai
belajar untuk mengucapkan kata-kata, bayi dapat melakukan pemilahan sejumlah
suara yang dibunyikan dalam proses mencari bunyi yang bermakna. Kuhl
berpendapat bahwa dari lahir hingga usia 6 bulan anak-anak merupakan “ahli
linguistik universal” yang mampu membedakan setiap bunyi yang membentuk
percakapan manusia. Namun, ketika mulai memasuki usia 6 bulan mereka telah
mulai menjadi spesialis dalam suara pembicaraan ibu mereka.
Sebelum memulai untuk mengungkapkan kata-kata
pertamanya, biasanya bayi akan berceloteh-pengulangan secara terus menerus atas
paduan suara dan huruf, seperti babababa atau dadadada-dimulai pada usia 3-6
bulan dan tentunya juga dipengaruhi oleh kesiapan biologis, tidak hanya
penguatan atau kemampuan untuk mendengar. Dalam hal ini, berceloteh mungkin
member kesempatan pada bayi untuk melatih mereka cara mengucapkan dan juga
membantu mereka mengembangkan kemampuan artikulasi suara yang berbeda-beda.
Sebuah tugas penting dalam perkembangan bahasa bayi
adalah untuk menyingkirkan kata-kata individual dari aliran suara yang terus
mengalir yang membentuk pembicaraan sehari-hari. Namun, untuk melakukannya bayi
harus menemukan batasan antarkata, sebuah tugas yang sangat sulit untuk bayu
karena orang dewasa tidak membuat jeda antarkata ketika mereka berbicara.
Kendati demikian, para peneliti telah menemukan bahwa bayi mulai dapat
mendeteksi batasan-batasan kata pada umur 8 bulan.
Kata-kata pertama seorang anak, pertama kali
diucapkan pada usia 10-13 bulan dan biasanya kata-kata yang mereka ucapkan
hanya seputar yang ada di sekitar mereka; misalnya dapat meliputi nama orang
yang penting (papa), mainan (bola), minuman (susu), bagian tubuh (mata), dsb.
Ketika anak-anak mencapai usia 2 tahun (24 bulan)
bayi biasanya mengucapkan pernyataan yang terdiri atas 2 kata, misalnya minum
susu. Mereka juga cepat sekali menangkap pentingnya mengekspresikan konsep dan
peran yang dimainkan bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain. Untuk
mengungkap pernyataan 2 kata ini, anak-anak akan menggantungkannya pada sikap
gesture (gerakan) tubuh, intonasi, dan konteks. Walaupun kalimat 2 kata ini
menghilangkan banyak bagian dari pembicaraan, tetapi mereka mengungkapkan
banyak pesan. Ucapan seperti ini disebut sebagai pembicaraan telegrafik karena
ketika orang menggunakan telegraf untuk berkomunikasi, mereka menghilangkan
sebanyak mungkin kata yang tidak perlu untuk menyampaikan pesan seringkas dan
setepat mungkin.
Tabel Perkembangan
Bahasa Awal
Usia
|
Kemampuan Berbahasa
|
||
0-6
bulan
|
Cooing
Diskriminasi
huruf vocal
Celotehan
muncul pada usia 6 bulan
|
||
6-12
bulan
|
Celotehan
berkembang untuk mencakup suara dari bahasa yang diucapkan
Sikap
tubuh yang digunakan untuk berkomunikasi tentang objek
Kata
pertama muncul pada usia 10-13 bulan
|
||
12-18
bulan
|
Memahami lebih
dari 50 kata sebagai rata-rata
|
||
18-24
bulan
|
Kosakata
menungkat hingga mencapai rata-rata 200 kata
Mulai
mengombinasikan 2 kata
|
||
2
tahun
|
Kosakata
meningkat dengan cepat
Penggunaan
bentuk jamak dengan cepat
Penggunaan
struktur bahasa untuk masa lalu
Penggunaan
kata depan
|
||
3-4
tahun
|
Rata-rata
panjangnya ucapan 3-4 morfem dalam sebuah kalimat
Penggunaan
kalimat “ya” dan “tidak”, pertanyaan “apa”, “siapa”, “kapan”, dan “kenapa”
Penggunaan
kalimat perintah
Kesadaran
yang meningkat terhadap pragmatis
|
||
5-6
tahun
|
Kosakata
mencapai rata-rata 10.000 kata
Koordinasi
kalimat sederhana
|
||
6-8
tahun
|
Kosakata
terus meningkat
Keterampilan
pembicaraan terus meningkat
Penggunaan
keterampilan sintaksis terus meningkat
|
||
9-11
tahun
|
Pendefinisian
kata menurut sinonim
Strategi
pembicaraan terus meningkat
|
||
11-14
tahun
|
Kosakata
menungkat pada tambahan kata-kata yang lebih abstrak
Memahami
bentuk tata bahasa yang lebih rumit
Memahami
metafora dan kalimat satir
Peningkatan
pemahaman fungsi sebuah kata dalam sebuah kalimat
|
||
15-20
tahun
|
Memahami hasil
karya tulis
|
V. Bahasa dan Berpikir : Hipotesis Whorfian
Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang
memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol
abstrak. Dengan adanya transformasi ini, maka manusia dapat berpikir mengenai
sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu
dilakukan olehnya (Surya Sumantri, 1998).
Hipotesis Whorf lazim disebut teori relativitas
bahasa. Edward Sapir (1884-1939) adalah seorang linguis Amerika yang sangat
memahami konsep-konsep linguistik Eropa sedangkan Benjamin Lee Whorf
(1897-1941) adalah gurunya. Mereka banyak mempelajari bahasa-bahasa orang Indian.
Hipotesis ini sangatlah kontroversial dengan
pendapat sebagian ahli. Menurut hipotesis Sapir-Whorf/ teori relativias
linguistic menunjukkan suatu dunia simbolik yang khas yang melukiskan realitas
pikiran, pengalaman batin dan kebutuhan si pemakainya. Jadi bahasa bukan hanya
menentukan corak budaya, tetapi juga menentukan cara dan jalan pikiran manusia;
oleh karena itu, mempengaruhi pula tindak lakunya. Dengan kata lain, suatu
bangsa yang berbeda bahasanya dari bangsa lain, akan mempunyai corak budaya dan
jalan pikiran yang berbeda pula. Jadi, perbedaan-perbedaan budaya dan jalan
pikiran manusia itu bersumber dari pebedaan bahasa, atau tanpa adanya bahasa,
manusia tidak memiliki pikiran sama sekali. Kalau bahasa itu mempengaruhi
kebudayaan dan jalan pikiran manusia, maka cirri-ciri yang ada dalam suatu
bahasa akan tercermin pada sikap dan budanya penuturnya. Contoh yang paling
mendasar adalah kata rice dalam bahasa Inggris, dapat diterjemahkan menjadi
tiga kata yang maknanya berbeda dalam bahsa Indonesia yaitu gabah, beras dan
nasi. Ini menujukkan bahwa orang Indonesia lebih peduli pada benda ini daripada
orang Inggris. .
Bahasa barat (Eropa) memiliki system kala (tenses),
maka orang Barat sebagai penutur bahasa memperhatikan dan malah terikat dengan
waktu. Mereka melakukan kegiatan selalu terikat dengan waktu. Begitu pun
kebiasaan-kebiasaan yang berkenaan dengan tindak tutur selalu terikat dengan
waktu. Pada musim panas pukul 21.00 rembulan masih bersinar terang, tetapi
anak-anak mereka (karena sudah menjadi kebiasaan) disuruh tidur karena katanya
hari sudah malam. Pukul 01.00 (sesudah pukul 24.00) meskipun masih gelap
gulita, bila bertemu mereka sudah akan saling menyapa dengan ucapan “selamat
pagi” karena katanya hari sudah pagi. Sebaliknya, bagi orang Indonesia karena
dalam bahasanya tidak ada sistem kala, maka menjadi tidak memperhatikan akan
waktu. Acara yang sudah terjadwalkan waktunya bisa mundur satu atau beberapa jam
kemudian. Itulah sebabnya ungkapan “jam karet” hanya ada di Indonesia.
Hal
ini menyebutkan tingkatan-tingkatan dalam bahasa merupakan hal yang menunjukkan
keadaan dan situasi social dalam sebuah masyarakat. Ketika kita menggunakan
bahasa daerah, sifat bahasa daerah yang berlapis-lapis itu, sadar ataupun tidak
memaksa kita untuk memandang orang di hadapan kita dengan kategori tertentu
sehingga bahasa daerah dapat dikatakan bersifat feodalistik, tidak egaliter
baik dalam penggunaan kata ganti, kata sifat, maupun kata kerja berbeda dengan
bahas inggris yang lebih egaliter. Kita menggunakan kata ganti orang pertama I
dan kata ganti orang kedua you kepada siapapun, tak peduli apapun jabatan
mereka baik dalam situasi formal maupun informal.
Hipotesis Whorf menyatakan perbedaan berfikir
disebabkan oleh bahasa ini. Orang Arab melihat realitas secara berbeda dengan
orang Jepang, sebab bahasa Arab tidak sesama bahasa Jepang. Whorf menegaskan
realitas itu tidaklah terpampang begitu saja di depan kita lalu, lalu kita
memberinya nama satu per satu. Yang terjadi sebenarnya menurut Whorf, adalah
sebaliknya bahwa kita membuat peta realitas tersebut, yang dilakukan atas dasar
bahasa yang kita pakai, bukan atas dasar realitas itu. Umpamanya jenis warna di
seluruh dunia ini sama, tetapi mengapa setiap bangsa yang berbeda bahasanya,
melihatnya sebagai sesuatu yang berbeda. Orang Inggris mengenal warna dasar
white, red, green, yellow, blue, brown, purple, pink, orange, grey. Penutur
bahasa Hunanco di Filipina hanya mengenal 4 warna saja yaitu mabiru (hitam dan
warna gelap), melangit (putih dan warna cerah), meramar (kelompok warna merah),
malatuy (kuning, hijau muda, dan coklat muda).
Dalam penjelasan diatas secara implisit teori ini menyatakan bahwa:
1.Tanpa bahasa kita tidak dapat berfikir.
2.Bahasa mempengaruhi persepsi.
3.Bahasa mempengaruhi pola berfikir.
Teori relativitas linguistic tidak hanya terikat
dalam aspek linguistik akan tetapi mencakup ranah sosiologi, psikologi dan
antropologi.
referensi
- King, Laura A. 2010. Psikologi Umum : Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta : Salemba Humanika.
- Lahey, Benjamin B. 2005. Psychology : An Introduction (Ninth Edition). New York : McGraw-Hill Companies, Inc.
- Solso, Robert. 1979. Cognitive Psychology. Pearson Education,Inc.
- Sternberg, Robert J. 2008.Psikologi Kognitif, ed.4. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
0 komentar:
Posting Komentar