A.Definisi Perkembangan Psikososial
Apa
itu perkembangan psikososial?
Perkembangan
psikososial adalah perkembangan yang membahas tentang
perkembangan kepribadian manusia khususnya yang berkaitan dengan emosi,
motivasi dan perkembangan kepribadian.
B.Teori Perkembangan Psikososial Pada Masa Kanak-Kanak
Pertengahan
1.Peers
Memasuki
tahun-tahun untuk sekolah dasar, adalah perubahan yang paling penting pada perubahan anak. Penelitian memperkirakan
persentasi dari menghabiskan waktu dalam interaksi sosial dengan sesama meningkat sekitar 10 persen pada tahun kedua dan 30 persen pada masa
pertengahan dan akhir kanak-kanak(
Rubin, Bukowski, & Parker, 2006).
Awalnya,
hari-hari biasa di sekolah dasar terhitung sekitar 300 episode dengan
sesamanya. Anak bepindah melalui masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, ukuran
dari group mereka meningkat, dan interaksi sesama menjadi kurang erat saat
dewasa.
Dalam
suatu investigasi , diketahui anak-anak
berinteraksi dengan teman-teman sebaya 10%dari waktu siang mereka pada usia 2
tahun, 20% antara usia 7 dan 11 tahun. Episode bersama teman-teman sebaya
berjumlah 299 per hari sekolah.
Kebanyakan interaksi teman sebaya terjadi
diluar rumah (walaupun dekat dengan rumah), lebih sering terjadi di
tempat-tempat pribadi daripada di temapat umum, dan lebih sering terjadi
diantara anak-anak yang sama jenis kelamin daripada diantara anak-anak yang berbeda jenis kelamin.
2.Peer Status
Mana
anak yang akan menjadi populer dengan anak sesamanya dan mana yang tidak
disukai ? ilmu perkembangan mengalamatkan dan memeriksa pertanyaan yang mirip
dari sociometric status, sebuah istilah menggambarkan tingkat untuk mana anak
yang disukai atau yang tidak disukai oleh teman sebayanya.
Jenis sosimetrc status dinilai berdasarkan anak-anak
diminta untuk menilai berapa banyak teman
sekelas mereka yang menyukai atau yang tidak menyukai mereka. Atau mungkin
dinilai berdasarkan anak diminta untuk
menunjuk mana anak yang paling mereka sukai dan yang kurang mereka sukai.
Ilmu
perkembangan mengemukakan lima peer status:
- Popular Children sering dikelompokkan sebagai sahabat, dan jarang tidak disukai dalam rekan sebaya mereka.
- Average Children menerima jumlah rata-rata dari kedua nominasi positif dan negatif dari teman sebaya mereka.
- Neglected Children kurang dikelompokkan sebagai sahabat tetapi bukan tidak disukai oleh teman sebaya mereka.
- ·Rejected Children jarang dikelompokkan sebagai seorang sahabat dan sering tidak disukai oleh teman sebaya mereka.
- Controversial Children sering dikelompokkan mrnjadi dua sebagai sahabat dan menjadi yang paling tidak disukai.
Anak
yang populer memiliki kemampuan sosial yang membuat mereka disukai. Mereka memberi penguatan, pendengar yang baik,
mempertahankan komunikasi yang saling terbuka dengan sebaya, menyenangkan,
mengontrol emosi negatif mereka, bertindak seperti mereka, menunjukkan
antusiasme dan perhatian pada yang lainya, dan self-confident tanpa menjadi
sombong.
Anak
yang ditolak sering memiliki masalah adaptasi yang serius dibandingkan anak
yang kurang perhatian . suatu study menemukan bahwa di TK anak-anak yang
ditolak teman sebayanya kurang berpartisipasi dalam kelas , lebih berekspresi
menghindari sekolah dan lebih menyendiri dibandingkan anak yang diterima teman
sebaya.
John
coie menyediakan tiga alasan mengapa
anak agresif yang ditolak mempunyai masalah dalam hubungan sosial:
- Pertama, Penolakan anak laki-laki yang agresif adalah lebih impulsif dan memiliki masalah mempertahankan perhatian. Sebagai hasilnya, mereka lebih cenderung untuk mengganggu kegiatan yang sedang berlangsung di kelas dan dalam bermain kelompok.
- Kedua, anak laki-laki yang agresif biasanya emosionalnya lebih reaktif. Dengan mudahnya mereka menimbulkan kemarahan dan mungkin sulit untuk meredakan kemarahanya tersebut. Karena itu, mereka cenderung cepat marah kepada teman sebaya dan menyerang mereka secara verbal dan fisik.
- Ketiga, anak yang ditolak memilki sedikit kemampuan sosialnya dalam berteman dan menjaga hubungan positif teman sebayanya.
Bagaimana
supaya anak yang ditolak itu lebih efektif dengan teman sebayanya? Tujuan
program-program pelatihan bagi anak-anak yang diabaikan haruslah untuk menolong
mereka menarik perhatian teman-teman sebaya mereka dengan cara-cara yang
positif dan mempertahankan perhatian dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan ,
mendengarkan dengan cara yang hangat dan bersahabat, dan bila berbicara mengenai diri sendiri mereka sendiri,
bicarakanlah hal-hal yang menarik minat teman sebaya . mereka juga diajarkan
untuk memasuki kelompok secara lebih efektif.
3.Social Cognition
Seorang
anak laki-laki tanpa sengaja menyenggol dan menjatuhkan minuman ringan seorang
teman sebaya. Teman sebaya itu salah menginterpretasikan senggolan tersebut
sebagai permusuhan, yang membuatnya membalas secara agresif terhadap anak
laki-laki itu. Bila senggolan seperti ini seering terjadi, maka teman-teman
sebaya lain akan menganggap anak laki-laki itu agresif karena sering berprilaku
yang tidak tepat.
Kenneth
Dogde (1983) berpendapat bahwa anak-anak melampaui lima tahap dalam memproses
informasi tentang dunia sosial mereka:
- Membaca kode/sandi isyarat-isyarat sosial.
- Menginterpretasikan.
- Mencari suatu respon.
- Memilih suatu respon yang optimal.
- Bertindak.
Dari
perspektif kognitif sosial, anak-anak yang tidak dapat menyesuaikan diri tidak
memilki keterampilan kognitif sosial yang memadai untuk berinteraksi secara
efektif dengan orang lain (Kelly &
De Armas, 1989; Weisberg,Caplan, &
Sivo, 1989).
Anak
laki-laki yang tidak mengalami masalah penyesuaian diri dengan teman sebayanya
mengajukan lebih banyak alternatif pemecahan yang lebih tegas dan matang,
memberi pemecahan agresif terhadap masalah yang kurang tegang, memperlihatkan
perencanaan yang lebih dapat menyesuaikan diri, dan mengevaluasi tanggapan
agresif yang secara fisik kurang positif dibandingkan anak-anak yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri dengan teman
sebaya.
4.Bullying
Penindasan
adalah agresi yang disengaja dan terus menerus diarahkan kepada target atau
korban tertentu , biasanya dilakukan kepada mereka yang lemah, rentan dan tidak terlindung, menarik diri dari
lingkungan sosial.
Menurut survei pada hampir enam belas ribu
siswa di Amerika Serikat yang merupakan
kelas enam samapai sepuluh adalah pelaku penindasan atau korban penindasan.
Penindasan juga merupakan masalah pada negara maju seperti inggris dan jepang,
seperti di jepang atau korea, penindasan disekolah telah dihubungkan dengan
bunuh diri siswa serta pikiran dan perilaku bunuh diri yang meningkat.
Penindasan
meningkat selama masa transisi ke sekolah menengah. Peningkatan ini bisa
mencerminkan kesulitan anak membentuk jaringan sosial disekolah. Mereka
terutama anak laki-laki , menggunakan penindasan penindasan sebagai cara untuk
membangun dominasi dalam kelompok sebaya.
Anak laki-laki cenderung menjadi anak
laki-laki yang lain menjadi korban dan anak perempuan menindas cenderung
menjadikan anak perempuan lainya sebagai target. Semakin bertambahnya usia,
kebanyakan anak-anak dapat belajar cara mencegah penindasan. Korban penindasan
cenderung cemas , patuh, dan mudah menangis
atau suka bertengkar dan provokatif.
Anak-anak
yang melakukan penindasan cenderung memiliki sedikit teman dan tinggal didalam lingkungan keluarga
yang kasar dan penuh hukuman yang membuat anak tersebut rentan terhadap hukuman
atau penolakan. Kasus penindasan dikanada terjadi pada anak-anak yang kelebihan
berat badan. Dalam penelitian, ternyata yang menjadi pelaku penindasan adalah
dahulunya adalah korban penindasan.
Anak-anak
cemas dan menarik diri dari lingkungan
mungkin menjadi korban karena mereka tidak mengancam pelaku penindasan dan
tidak mungkin untuk membalas jika diganggu, tetapi bila anak-anak yang agresif
mungkin terjadi target penindasan karena perilaku mereka yang mengiritasi
pelaku.
Sebuah
penelitian menunjukan bahwa pelaku dan korban penindasan pada masa remaja
mungkin untuk mengalami, depresi dan menciba bunih diri. Penelitian lain
baru-baru ini mengungkapkan bahwa pelaku dan korban memiliki lebih banyak
masalah kesehatan (seperti sakit kepala, pusing, masalah tidur dan kecemasan).
Pencegahan
penindasan olweus, diciptakan oleh dan olweus, program ini berfokus pada anak
umur 5-6 tahun, dengan tujuan mengurangi kesempatan dan manfaat untuk
penindasan. Pegawai sekolah diperintahkan dengan cara-cara untuk meningkatkan
hubungan teman sebaya dan membuat sekolah lebih aman.
Jika pencegahan ini dilakukan dengan benar,
dapat mengurangi penindasan sekitar 30-70 persen. Informasi ini diperoleh dari
pusat kekerasan di Universitas Colarado.
Step
to respect merupakan program penindasan yang terdiri dari 3 langkah:
- · Menetapkan pendekatan sekolah, seperti membuat kebijakan anti penindasan dan menetapakan konsekuensi untuk pelaku penindasan.
·
Pelatihan karyawan dan orangtua untuk
berhadapan dengan penindasan.
·
Mengajarkan siswa untuk mengenali, tidak
mentolerir dan menangani penindasan.
Informasi
diberikan kepada siswa kelas 3 sampai 6. Dan pelatihan keterampilan untuk
guru-guru selama 12-14 minggu, sebuah penelitian baru menemukan bahwa
langkah-langkah step to respect dapat mengurangi penindasan.
Seperti
persahabatan orang dewasa, persahabatan anak-anak juga biasanya ditandai dengan
kesamaan. Mereka sering menyebut teman jika memiliki sikap yang sama,
pendidikan yang sama, prestasi yang sejajar.
Williard hartup mempelajari hubungan dan
persahabatan dan selama lebih dari 3 dekade. Dia menyimpulkan bahwa
teman-teman dapat menjadi sumber daya kognitif
dan emosional dari masa kecil sampai masa tua. Teman dapat memupuk harga diri
dan rasa kesejahteraan.
Persahabatan
anak-anak memiliki 6 fungsi:
- Companionship.
Persahabatan
membuat anak akrab dengan teman bermain, seseorang yang bersedia menghabiskan
waktu dengan mereka dan bergabung dalam kegiatan kebersamaan atau kolaboratif.
- Stimulation.
Persahabatan
membuat anak-anak mempunyai informasi yang menarik, kesenangan dan hiburan.
- Physical support.
Persahabatan
menyediakan waktu, sumber daya dan bantuan.
- Ego support.
Persahabatan
memberikan harapan, dorongan yang membantu anak mempertahankan kesan dirinya
sebagai kompeten, individu yang menarik, dan bermanfaat.
- Social comparison.
Persahabatan
menyediakan informasi tentang hubungan anak dengan orang lain dan apakah anak
melakukan yang baik.
- Affection and intimacy.
Persahabatan
memberikan anak sebuah hubungan yang hangat dan dekat, saling percaya dengan
orang lain. Keintiman dalam persahabatan ditandai dengan berbagai tentang
pengalaman pribadi.
Tapi
penelitian mengungkapkan bahwa persahabatan intim mungkin tidak muncul sampai
awal masa remaja.
Keuntungan
perkembangan terjadi ketika anak-anak memiliki teman yang secara sosial
terampil dan mendukung. Namun, terkadang
dapat juga menimbulkan konflik diantara persahabatan.
Pada
siswa kelas 6 yang tidak memiliki teman terlibat dalam perilaku sosial yang
kurang ( kerjasama, berbagai, membantu
orang lain) , memiliki nilai lebih
rendah dan lebih emosional ( depresi ) dibandingkan teman-temannya yang dapat
bersosialisasi.
5.Contemporary
Approaches to Ltudent Learning
1.
Contructivist and Direct Instruction Approaches
Pendekatan konstruktivis adalah pendekatan pembelajaran yang
menekankan pentingnya individu untuk aktif dalam membangun pengetahuan dan pemahaman dengan
bimbingan dari guru.
Dalam tampilan
konstruktivis, guru tidak hanya berusaha untuk menuangkan informasi kedalam
pikiran anak-anak. Tetapi, anak-anak harus didorong untuk mengeksplorasi dunia
mereka, menemukan pengetahuan, merenung, dan berfikir secara kritis dengan
pemantauan yang cermat dan bimbingan yang berarti dari guru.
Seorang guru dengan filosofi pembelajaran konstruktivis tidak
akan menyuruh anak menghapal informasi tapi akan memberikan mereka kesempatan
untuk membangun pengetahuan bermakna dan memahami materi untuk cara belajar
merekaa.
Sebaliknya, pendekatan
instruksi bermakna langsung adalah pendekatan pada siswa yang ditandai dengan
arahan dari guru dan kontrol dari guru dan mempunyai harapan yang tinggi untuk
kemajuan siswa.
Tujuan penting pendekatan instruksi langsung adalah
memaksimalkan waktu belajar siswa. Pendukung dari pendekatan konstruktivis
berpendapat bahwa pendekatan instruksi langsung ternyata membuat anak-anak
menjadi pembelajar yang pasif dan tidak cukup menantang mereka untuk berpikir
dengan cara kritis dan kreatif.
Penggemar instruksi
langsung mengatakan bahwa pendekatan konstruktivis tidak memberikan disiplin
ilmu yang cukup, seperti sejarah atau ilmu pengetahuan.
Beberapa ahli dalam psikologi pendidikan percaya bahwa guru yang
efektif menggunakan pendekatan konstruktivis dan pembelajaran langsung
bersamaan daripada hanya melakukan salah satunya secara ekslusif.
2.
Accountability
Sejak tahun 1990, publik AS dan pemerintah disetiap tingkatan
menuntut meningkatkan dari sekolah. Salah satu hasilnya adalah penyebaran tes
negara untuk mengukur apa yang telah maupun belum dipelajari siswa. Pendekatan
ini menjadi hukum.
Pendukung berpendapat bahwa pengujian standar diseluruh negara
bagian akan memiliki sejumlah efek positif. Ini termasuk prestasi siswa yang
lebih banyak ditingkatkan dalam mata pelajaran yang diuji agar sesuai dengan
harapan.
Kritikus berpendapat bahwa undang-undang NCLB melakukan lebih
banyak hal yang berbahaya daripada hal yang baik. Kritik satu menyatakan
menggunakan tes tunggal sebagai indikator
tunggal kemajuan siswa dan kompetensi menyajikan pandangan yang sangat sempit
dari kemampuan siswa.
Kritik ini mirip dengan yang ditujukan pada tes IQ, dimana
psikolog dan pendidikan menekankan bahwa sejumlah langkah harus digunakan,
termasuk uji kuis, proyek, pengamatan kelas, dan sebagainya.
Dan dari pasal 9 bahwa beberapa orang khawatir bahwa di era
kebijakan NCLB akan ada pengabaian siswa yang berbakat dalam upaya untuk
meningkatkan tingkat pencapaian siswa yang tidak melakukanya dengan baik.
Pertimbangan juga bahwa masing-masing negara diperbolehkan untuk memiliki
kriteria yang berbeda untuk menentukan nilai kelulusan atau tidak pada tes
untuk dimasukkan NCLB.
Sebuah analis data NCLB menunjukan bahwa hampir setiap siswa
kelas empat di Mississippi tahu cara membaca tetapi hanya setengah dari siswa
massachusetts yang melakukannya. Jelas, standar Mississippi untuk lulus tes
membaca jauh dibawah orang-orang dari massachusetts.
Dalam analisis terakhir
dibeberapa negara, banyak negara telah mengambil rute aman dan tetap standar
untuk prestasi dalam sekolah di mereka, tampaknya kemungkinan negara untuk
menetapkan standar mereka sendiri
mungkin telah menurunkan standar prestasi.
Pertimbangkan juga bahwa salah satu tujuan NCLB adalah untuk
menutup kesenjangan prestasi etnis yang mencirikan prestasi rendah oleh
mahasiswa ameriak dan afrika latin dan prestasi yang lebih tinggi dengan siswa
asia amerika dan amerika latin. Namun, ahli terkemuka linda sayang hammond baru-baru ini
menyimpulkan bahwa NCLB telah gagal mencapai tujuan ini.
Dia mengkritik NCLB dengan penilaian yang tidak tepat dalam
pembelajaran bahasa inggris untuk siswa dengan kebutuhan khusus, insentif yang
kuat untuk mengecualikan siswa berprestasi rendah dari sekolah untuk mencapai
target skor tes, dan kekurangan guru berkualifikasi tinggi disekolah kebutuhan
terus meninggi .
Meskipun menuai kritik, departemen pendidikan AS berkomitmen
untuk menerapkan NCLB dan sekolah membuat akomodasi un tuk memenuhi persyaratan
hukum. Memang, pendidikan yang paling mendukung pentingnya harapan dan standar
yang tinggi untuk keunggulan siswa dan guru.
6.
Socioeconomic Status and Ethnicity
1.The
Education of Student From Low-Income Backgrounds
Banyak anak-anak dalam
masalah kemiskinan mencoba mengatasi penghalang dalam proses pembelajaran.
Mereka mempunyai orangtua yang tidak berasal dari standar edukasi yang tinggi,
yang tidak pandai membaca dan tidak memiliki cukup uang untuk membayar
barang-barang dan pelatihan untuk pendidikan, seperti buku, perjalanan kekebun
binatang dan museum.
Anak-anak tersebut mungkin kekurangan gizi dan
tinggal diarea dimana tindak kejahatan terjadi. Dibandingkan dengan sekolah
dari area berpendapatan tinggi, sekolah dari berpendapatan rendah lebih banyak
memiliki siswa yang mempunyai nilai prestasi tes yang rendah, tingkat kelulusan
yang rendah dan presentasi kecil untuk melanjutkan ke universitas.
Mereka memiliki banyak guru yang berumur muda
dan memiliki pengalaman sedikit, mereka lebih memiliki semangat yang tinggi
untuk belajar. Sedikit seolah berpendapatan rendah menepatkan murid-murid yang
belajar dilingkungan yang kondusif (yang layak).
Kebanyakan gedung-gedung
sekolah dan ruangan kelas sudah tua, mudah hancur, itu adalah contoh dari
kondisi yang tidak menyenangkan yang diobservasi oleh jonathan kozol (2005) pada banyak sekolah termasuk di south bronk
dikota new york, seperti yang dijelaskan pada bagian awal chapter ini untuk
bacaan lebih lanjut mengenai sekolah dan anak-anaka dari keluarga kurang mampu,
lihatlah selingan diversity in life, span development interlude.
2.Ethnicity in Schools
Lebih dari sepertiga siswa
afrika, amerika dan hampir sepertiga dari siswa latin bersekolah di 47 sekolah
besar diamerika dibandingkan 5% dari siswa kulit putih dan 22% dari siswa dalam
kota masih tersisa adalah kekurangan dana dan tidak memeberikan kesempatan yang
cukup bagi anak untuk belajar secara efektif
(Healy,2009) .
Bahkan diluar sekolah
dalam kota pemisahan sekolah (Gollnick dan Dagu,2009;Nieto dan Pertanda,2008) hampir sepertiga dari semua mahasiswa dan
afrika latin mengobati sekolah dimana 90%
atau lebih dari murid-murid adalah dari group (kelompok) minoritas (Banks,2008)
.
Antropolog dari amerika
john ogbu (1989) mengusulkan bahwa siswa etnis minoritas ditempatkan dalam posisi lebih
rendah dan ekspoitasi anak. Dalam sistem pendidikan amerika, berikut ini
beberapa strategis untuk meningkatkan hubungan diantara siswa beragam etnis:
1.
Turn the class into a
jigsaw classroom.
Jigsaw
anonson mengembangkan konsep dari ruang kelas jigsaw dimana murid-murid berasal
dari latar belakang budaya yang berbeda ditempatkan pada kelompok untuk bekerja
sama dimana mereka harus menyusun beberapa bagian berbeda dan sebuah proyek
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
2.
Encourage students to have
positive contact with diverse other students.
Dengan
siswa yang berbeda mereka harus melihat satu sama lain sebagai individu bukan
bagian dari kelompok tertentu ( kelompok yang homogen ).
3.
Reduce bias.
Mengurangi
bias dengan cara mengubah pandangan anak-anak yang berasal dari beragam etnis
dan kelompok budaya, memilih bahan permainan dan aktivitas diruangan kelas yang
meningkatkan pengertian mengenai budaya, membantu siswa melawan stereotipe dan
bekerja sama dengan orang tua untuk mengurangi pandangan bias dan prasangka
dirumah.
4.
View the school and
community as a team.
James
corner mengatakan pendekatan tim merupakan cara terbaik untuk mengajar
anak-nak.
3 aspek
penting dalam dari corner projek untuk perubahan adalah:
- Penguasaan dan managemen tim yang berkembang
Sesuai
dengan rencana-rencana sekolah, strategi, assesment, dan perkembangan
perencanaan karyawan.
- Kesehatan mental atau dukungan tim sekolah
- Program orang tua
Lomer percaya bahwa
keseluruhan bagian sekolah harus saling bekerja sama.
5.
Be a competent cultural mediator.
Guru-guru harus dapat berperan sebagai
mediator budaya dengan cara menjadi lebih peka terhadap bias-bias pada
interaksi dalam, lebih mempelajari mengenai kelompok etnis yang berbeda, lebih
peka terhadap perilaku etnis anaka-anak melihat siswa dengan sudut pandang yang
positif dan berfikir positif mengenai orang tua agar terlibat sebagai partner
guru dalam mengajar anak.
7.Cross-Cultural Comparisons of
Achievement
Anak-anak di Amerika lebih berprestasi daripada
teman-teman mereka di berbagai negara lain. Namun, hubungan keterampilan yang
rendah dari anak-anak di Amerika pada bidang matematika dan ilmu pengetahuan dalam perbandingan dengan
teman-teman mereka dari beberapa negara lainnya, terutama negara-negara di Asia,
telah dipublikasikan secara besar-besaran
dalam beberapa dekade belakangan ini.
Pada tahun 2003, siswa-siswa kelas empat di lima
negara ( Singapore, Chinese Taipe, Japan, Hong Kong dan Inggris) mempunyai
nilai matematika yang lebih tinggi daripada siswa-siswa Amerika. Pada
perbandingan ilmu pengetahuan, siswa-siswa kelas empat dari 11 negara (nilai
yang tertinggi dari Singapore, Hong Kong, Japan, dan Chinese Taipe) mempunyai
nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan teman-teman mereka dari Amerika.
Harold Stevenson dan rekan-rekannya telah
menyelesaikan lima perbandingan cross─cultural dari siswa-siswa di Amerika,
China, Taiwan dan Jepang. Pada penelitian ini, siswa Asia secara konsisten
lebih terampil dari siswa Amerika pada bidang matematika. Dan, semakin lama
siswa-siswa berada di sekolah, maka semakin lebar jurang pemisah antara siswa
Asia dan Amerika─perbedaan yang paling rendah adalah pada kelas satu, dan
perbedaan paling tinggi adalah pada kelas sebelas.
Untuk lebih mengetahui penyebab-penyebab dari
perbedaan yang besar dari cross─cultural tersebut, Stevenson dan rekan-rekannya
menghabiskan banyak waktu untuk mengobservasi di dalam ruangan kelas, seperti
melakukan interview dan survey terhadap para guru, siswa dan orang tua. Mereka
menemukan bahwa guru-guru Asia menghabiskan lebih banyak waktu mereka untuk
mengajarkan matematika dibandingkan guru Amerika.
Sebagai contoh, lebih dari seperempat waktu
belajar-mengajar di dalam kelas pada tingkat pertama dihabiskan dengan
mengajarkan matematika di negara Jepang, dibandingkan dengan sepersepuluh waktu
yang dihabiskan oleh negara Amerika untuk mengajarkan matematika pada siswa
tingkat pertama. Selain itu, siswa Asia berada di sekolah dalam rentang waktu
240 hari per tahun, sedangkan siswa Amerika hanya 178 hari.
Perbedaan-perbedaan yang lainnya juga ditemukan pada
orang tua Asia dan Amerika. Orang tua Amerika sepertinya lebih percaya bahwa
prestasi matematika anak-anak mereka merupakan kemampuan bawaan lahir,
sedangkan orang tua Asia lebih mengatakan bahwa prestasi matematika anak-anak mereka
merupakan hasil dari usaha dan latihan.
Sehubungan dengan perbedaan-perbedaan pada orang tua
Asia dan Amerika terdapat penjelasan mengenai usaha dan kemampuan, Carol Dweck
(2006) menggambarkan pentingnya mindset anak-anak. Ia menyimpulkan
bahwa setiap individu memilki satu dari dua mindset:
1.
fixed mindset, dimana mereka percaya bahwa kualitas mereka telah terukir pada
batu dan tidak dapat diubah.
2.
growth mindset, dimana mereka percaya bahwa kualitas mereka dapat berubah dan
meningkat sesuai dengan usaha mereka.
Dweck
(2006) berargumen bahwa mindset individu dipengaruhi apakah mereka akan menjadi
optimis atau pesimis, apa yang akan menjadi tujuan mereka dan seberapa keras
mereka akan bekerja keras untuk mencapai tujuan mereka, dan prestasi mereka. Dweck
mengatakan bahwa mindset telah mulai untuk diasah pada masa anak-anak ketika
anak-anak berinteraksi dengan orang tua, guru, dan pelatih, yang didalam diri
mereka telah ada fixed mindset atau growth mindset.
Selain itu, pada penelitian Stevensons, orang tua
Amerika juga memiliki ekspektasi yang rendah terhadap pendidikan dan prestasi
anak-anak mereka daripada orang tua Asia. Menurut pandangan Stevensons,
perubahan yang sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan di Amerika adalah
semakin tingginya ekspektasi terhadap prestasi.
Ahli yang lainnya, seperti Phylis Blumenfeld,
Jacquelynne Eccles dan Joyce Epstein berkesimpulan bahwa semakin tinggi
standart ekspektasi terhadap prestasi begitu pula dengan perhatian guru
terhadap setiap individu anak-anak, mengikutsertakan anak-anak dalam
pembelajaran tugas yang bermakna dan menarik, dan hubungan yang positif antara
sekolah dengan keluarga siswa, merupakan aspek-aspek utama dalam meningkatkan
prestasi akademik anak-anak di Amerika.
8.Hubungan
Saudara Sekandung
Saudara
kandung yang lebih tua memiliki peranan penting yang telah ditentukan secara
culturalnya hal ini disebutkan dalam komunitas pastoral dan agricultural.
Orang-orang tua mengajarkan anak kandung mereka
yang lebih tua untuk mengajari adik-adiknya mencari kayui bakar ,
mengembala ternak dan bercocok tanam. Saudara sekandung diajarkan untuk
menghormati yang lebih tua (Cicirelly,1994a).
Sering kali pengajaran muncul secara spontan
ketika saudara yang lebih tua mengasuh yang lebih muda. Dalam masyarakat
industrialis,saudara kandung cenderung berjumlah kcil dan jarak antar saudara
yang lebih jauh,memudahkan orang tuanya untuk mengejar karier atau ketertarikan
yang lain dan memfokuskan lebih banyak sumber daya serta perhatian kepada tiap
anak (Cicirelly,1994a).
9.Anak
Dalam Kelompok sebaya
Pada
masa prasekolah anak-anak bermain dengan teman sebayanya namun ketika masa
sekolah anak-anak tidak lagi bermain dengan teman sebayanya yang artinya
berkelompok . Anak yang bermain bersama biasanya memiliki status social ekonomi
usia yang sama,walaupun kelompok bermain dilingkungan rumahnya terdiri dari
berbagai tingkatan usia (Hartup,1992).
Pada
dasarnya anak perempuan biasanya lebih
dewasa dibandingkan dengan anak laki-laki dan anak laki-laki berbicara dan
bermain dengan anak perempuan,atau sebaliknya,dilakukan dengan cara yang
berbeda (Hibbard & Bhrmester,1998).
10.Pengaruh
Positif dan Negatif Relasi Teman Sebaya
Kelompok
sebaya juga memiliki efek negative.efek tersbut biasanya terdapat dalam
pergaulan dalm teman sebaya yang pengutil,mulai menggunakan obat terlarang dan
bertingkah laku antisocial lainnya. Anak remaja sangat rentan terhadap tekanan
untuk meniru, dan tekanan ini dapat mengubah anak bandel menjadi seorang kriminal
(Hartup,1992).
Kelompok
sebaya cenderung terdiri dari satu jenis kelamin,memungkinkan anak laki-laki
dan perempuan belajar prilaku yang sesuai dengan gendernya. Prasangka yang
ditimbulkannya adalah sikap memusuhi aggota kelompok lain,terutama rasial atau
etnis.
11.Agresi
dan Mengganggu
Hostile Agression
(Agresi yang bertujuan menyakiti targetnya) menggantikan instrumental
aggression (agresi yang bertujuan mendapatkan tujuan), yang merupakan cirri
khas periode prasekolah (Coie & Dodge, 1998). Overt aggression (kekuatan
fisik atau ancaman verbal) semakin berkurang dibandingkan relational atau
social aggression.
12.Agresi
dan Pemrosesan Informasi Sosial
Anak
dapat bertindak secara agresif salah
satunya di akibatkan karena adanya kesalahan pada saat proses social yaitu
lingkungan social apa yang mereka perhatian dan bagaimana mereka
menginterprestasikan apa yang mereka rasakan (Crick dan Dodge, 1994, 1995).
- Hostile agression adalah agresi yang bertujuan menyakiti targetnya.
- Instrumental agression adalah agresi yang bertujuan untuk mendapatkan tujuan.
Aggressor memandang
kekuatan dan paksaan sebagai cara efektif untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Dalam terminology
pembelajaran social, mereka agresif karena mereka berharap mendapatkan imbalan,
maka keyakinan mereka akan efektivitas agresi menjadi dikuatkan (Crick &
Dodge, 1996).
3.Apakah
Kekerasan di Televisi Mengarahkan Anak kepada Agresi?
Anak-anak,
terutama yang orang tuanya menggunakan disiplin yang kejam, lebih rentan
terhadap pengaruh kekerasan di televisi ketimbang orang dewasa (Coie &
Dodge 1998).
Pada
saat anak menonton kekerasan di televisi, mereka mungkin menyerap nilai yang
digambarkan dan menjadi memandang agresi sebagai perilaku yang dapat diterima.
Semakin besar posisi televisi, semakin besar efek merusak yang tampak.
anak
usia 8-12 tahun tampaknya sangat mudah terpengaruh (Eron & Huesmann, 1986).
Dalam studi lanjutan, jumlah jam menonton televisi pada usia 8 tahun, dan
kecenderungan terhadap tayangan aksi pada anak laki-laki, memprediksi tingkat keparahan
serangan kriminal pada usia 30 tahun.
- Masa ini terjadi pada umur 6 - 7 tahun sampai kurang lebih 12 – 13 tahun. Periode ini dimulai setelah anak melewati masa degil, di mana proses sosialisasi telah dapat berlangsung lebih efektif, dan menjadi matang untuk memasuki sekolah.
- Belajar mematuhi aturan-aturan kelompok, Belajar setia kawan, Belajar tidak bergantung pada orang dewasa, Belajar bekerja sama, Mempelajari perilaku yang dapat diterima oleh lingkungannya, Belajar menrima tanggung jawab, Belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), Mempelajari olah raga dan permainan kelompok Belajar keadilan dan demokrasi.
Referensi
- Santrock,J.W.2009.Life Span Development(12th Ed).New York:McGraw-Hill Book co.
- Papalia & Olds.2004.Human Development.New York:McGraw-Hill Book Co.
0 komentar:
Posting Komentar