I.
Biografi dan Sejarah Hans Eysenck
Hans Eysenck lahir di Jerman pada tanggal 4 Maret 1916. Ayahnya adalah
seorang aktor dan bercerai dengan ibunya saat dia baru berusia 2 tahun. Eysenck
kemudian dirawat oleh neneknya. Dia hidup bersama neneknya sampai usia 18
tahun, ketika nazi mulai berkuasa. Sebagai seorang simpatisan Yahudi, terang
saja kehidupannya terancam.
Dia kemudian pindah ke Inggris guna melanjutkan pendidikanya. Dia menerima
gelar doktor di bidang psikologi dari University of London tahun 1940. Selama
Perang Dunia II, dia bekerja sebagai psikolog di bagian gawat darurat perang.
Keyakinan Eysenck terhadap kebutuhan pengukuran yang
akurat menjadikannya melancarkan kritik keras terhadap teori psikoanalisis.
Psikoanalisis tidak memberikan pengukuran yang akurat dan reliabel bagi konsep
psikologis mereka. Hal ini diyakini Eysenck sebagai kegagalan serius. Dalam
menyusun teori sifat, Eysenck mencoba menghindari masalah ini dengan
menggunakan pengukuran perbedaan individu yang reliabel. Dia menekankan pada
keharusan pengukuran sifat kepribadian yang memadai. Pengukuran itu merupakan keharusan
untuk mendapatkan sebuah teori yang dapat diuji dan jika gagal, tidak
disetujui. Pengukuran seperti ini juga diperlukan untuk mengidentifikasikan
asumsi dasar-dasar biologis dari sifat.
Teori
kepribadian Eysenck memiliki komponen biologis dan psikometris yang kuat. Namun
ia yakin kalau kecanggihan psikometris saja tidak cukup untuk mengukur struktur
kepribadian manusia dan bahwa dimensi kepribadian yang melewati analisis factor
bersifat steril dan tak bermakna kecuali mereka memiliki eksistensi biologis.
Inti
pandangan Eysenck dalam psikologi dapat dicari sumbernya pada keyakinannya
bahwa pengukuran adalah fundamental dalam segala kemajuan ilmiah, dan bahwa
lapangan psikologi sebelumnya orang belum pasti tentang “hal” apa yang
sebenarnya diukur. Eysenck yakin bahwa taksonomi atau klasifikasi tingkah laku
adalah langkah pertama yang menentukan dan bahwa analisis factor adalah alat
yang paling memadai untuk mengejar tujuan ini.
II.
Definisi
Kepribadian
Menurut Eysenck kepribadian adalah keseluruhan pola tingkahlaku aktual
maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan
lingkungan. Pola tingkahlaku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi
fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkahlaku; sektor
kognitif (intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif
(temperament), sektor somatik (constitution).
III.
Struktur
Kepribadian
Eysenck berpendapat bahwa kebanyakan ahli-ahli teori kepribadian terlalu
banyak mengemukakan variabel-variabel kompleks dan tidak jelas. Pendapat ini
dikombinasikan dengan anlisisnya, yaitu dengan analisis faktor yang telah
menghasilkan sistem kepribadian yang ditandai oleh adanya sejumlah kecil
dimensi-dimensi pokok yang didefinisikan dengan teliti dan jelas.
Kepribadian sebagai organisasi tingkah laku
dipandang Eysenck memiliki empat tingkatan hirarki, berturut-turut dari hirarki
yang tinggi ke hirarki yang rendah :
1. Hirarki tertinggi : Tipe/Supertraits,
kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang
luas.
2. Hirarki kedua : Trait,
kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau
mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dan
permanen.
3. Hirarki ketiga : Kebiasaan
tingkah laku atau berpikir, kumpulan respon spesifik, tingkahlaku/pikiran yang
muncul kembali untuk merespon kejadian yang mirip.
4. Hirarki terendah : Respon
spesifik, tingkahlaku yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai
respon terhadap suatu kejadian.
Jika
dilihat dari hubungnnya dengan hirarki di atas, maka dapat disebutkan bahwa
antar bagian dari hirarki kepribadian tersebut terjadi interaksi dan saling
berpengaruh antar satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh adalah adanya
interaksi antara bagian kepribadian yang disebut sebagai specific response
dan habitual response. Dimana yang disebut sebagai specific response
yakni perilaku atau pikiran individual yang bisa mencirikan sebuah pribadi atau
tidak, misal seorang siswa yang menyelesaikan tugas membaca. Sedangkan habitual
response dapat dimaknai sebagai respon yang terus berlangsung di bawah
kondisi yang sama, misal jika seorang siswa seringkali berusaha sampai suatu
tugas selesai dikerjakannya. Habitual response ini dapat berubah-ubah
ataupun dapat menetap.
Setelah
mengetahui penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk membuat
perilaku tertentu atau specific response menjadi sebuah kebiasaan atau habitual
response maka perlu adanya pengulangan perilaku tertentu tersebut hingga
beberapa kali. Sedangkan jika individu tersebut tidak menginginkan perilaku
tertentu itu menjadi sebuah habitual response atau sebuah kebiasaan,
maka tidak diperlukan pengulangan perilaku hingga berkali-kali. Dan hubungan
serta interaksi juga berlaku pada bagian kepribadian Eysenck yang lain, seperti
tipe dan trait.
IV.
Dinamika
Kepribadian
Yang disebut dengan dinamika
kepribadian adalah mempelajari interaksi antar struktur dari kepribadian
tertentu. Dengan menggunakan metode analisis faktor, Eysenck berhasil mengidentifikasi
dua dimensi dasar kepribadian yaitu Extraversion dan
Neuroticism. Extraversion dan Neuroticism diberikan ruang 2 dimensi untuk
menggambarkan perbedaan individu dalam perilaku. Analoginya, Extraversion dan
Neuroticism adalah lintang dan bujur
menggambarkan titik di muka bumi. Pada prinsipnya, setiap orang dapat
ditempatkan dalam ruang dua duimensionalini tetapi dalam tingkatan yang
berbeda. Fitur Eysenck adalah pandangannya yang berhubungan dengan Hipocrates
dan Gallen yang mengetengahkan empat tipe kepribadian dasar : Melankonis,
Plegmatis, Koleris, dan Sanguis.
·
Tinggi N dan Rendah E = tipe Melancholic
·
Tinggi N dan Tinggi E = tipe Choleric
·
Rendah N dan Tinggi E = tipe Sanguine
·
Rendah N dan Rendah E = tipe apatis
E
|
Surgent
|
Carefree
|
Sensation
Seeking
|
Active
|
Assertive
|
Venturesome
|
Dominant
|
Lively
|
Sociable
|
Extraversion
Konsep Eysenck mengenai ekstraversi mempunyai sembilan sifat dan introversi
adalah kebalikan dari trait ekstraversi, yakni: tidak sosial, pendiam, pasif,
ragu, banyak fikiran, sedih, penurut, pesimis, penakut.
Eysenck yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara ekstraversi dan
introversi adalah tingkat keterangsangan korteks (CAL = Cortical Arausal
Level), kondisi fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL adalah
gambaran bagaimana korteks mereaksi stimulasi indrawi. CAL tingkat rendah
artinya korteks tidak peka, reaksinya lemah. Sebaliknya CAL tinggi, korteks
mudah terangsang untuk bereaksi. Orang yang ekstravers CAL-nya rendah, sehingga
dia banyak membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan korteksnya.
Sebaliknya introvers CAL-nya tinggi, dia hanya membutuhkan rangsangan sedikit
untuk mengaktifkan korteksnya. Jadilah orang yang introvers menarik diri,
menghindar dari riuh-rendah situasi disekelilingnya yang dapat membuatnya
kelebihan rangsangan.
Extrovert
|
Introvert
|
Orang
Extrovert lebih memilih berpartisipasi dalam kegiatan bersama, pesta
hura-hura, olahraga beregu (sepakbola, arung jeram), minum alkohol dan
mengisap mariyuana.
|
Orang
introvert memilih aktivitas yang miskin rangsangan sosial, seperti membaca,
olahraga soliter (main ski, atletik), organisasi persaudaraan eksklusif.
|
Kondisikeramaianmeningkatkanperforma
orang-orang Extrovert
|
Lebih sensitive terhadap rasa sakit dan Cenderunglebihberhati-hati
|
Ekstravert lebihmemilihliburan yang mengandunginteraksidengan orang lain
|
introvert
kurangmembutuhkansesuatu yang baru
|
Ekstravertlebihaktifsecaraseksual
|
Introvert
lebih baik di sekolah
|
Ekstravertmenikmati humor seksualdanagresif yang eksplisit
|
sedangkan introvert
lebihmemilihbentuk humor intelektualsepertipermainan kata dancanda yang
tersamar.
|
N
|
Moody
|
Irrational
|
Tense
|
Guilt Feelings
|
Low
Self-esteem
|
Emotional
|
Shy
|
Deppressed
|
Anxious
|
Neuroticism
Seperti ekstraversi-introversi, neurotisisme-stabiliti mempunyai komponen
hereditas yang kuat. Eysenck melaporkan beberapa penelitian yang menemukan
bukti dasar genetik dari trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria,
dan obsesif-kompulsif. Juga ada keseragaman antara orang kembar-identik lebih
dari kembar-fraternal dalam hal jumlah tingkahlaku antisosial dan asosial
seperti kejahatan orang dewasa, tingkahlaku menyimpang pada anak-anak,
homoseksualitas, dan alkoholisme.
Orang yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi
emosional yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat.
Namun neurotisisme itu bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa
saja mendapat skor neurotisisme yang tinggi tetapi tetap bebas dari simpton
gangguan psikologis. Menurut Eysenck, skor neurotisisme mengikuti model
stres-diatesis (diathesis-stress model); yakni skor N yang tinggi lebih rentan
untuk terdorong mengembangkan gangguan neurotik dibanding skor N yang rendah,
ketika menghadapi situasi yang menekan.
Dasar biologis dari neurotisisme adalah kepekaan reaksi sistem syaraf
otonom (ANS=Automatic Nervous Reactivity). Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi, pada
kondisi lingkungan wajar sekalipun sudah merespon secara emosional sehingga
mudah mengembangkan gangguan neurotik. Neurotisisme dan ekstraversi dapat
digabung dalam bentuk hubungan CAL dan ANS, dan dalam bentuk garis absis
ordinat. Kedudukan setiap orang pada bidang dua dimensi itu tergantung kepada
tingkat ekstraversi dan neurotisismenya.
Subyek
|
Dimensi
|
CAL
|
ANS
|
Simptom
|
(A)
|
Introver-Neurotik
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Gangguan
psikis tingkat pertama
|
(B)
|
Ekstraver-Neurotik
|
Rendah
|
Tinggi
|
Gangguan
psikis tingkat kedua
|
(C)
|
Introver-Stabilita
|
Tinggi
|
Rendah
|
Normal
introvers
|
(D)
|
Ekstravers-Stabilitas
|
Rendah
|
Rendah
|
Normal
ekstravers
|
Penjelasan
Tabel
A adalah
orang introvert-neurotik (ekstrim introvers dan ekstrim neurotisisme) atau
orang yang memiliki CAL tinggi dan ANS tinggi. Orang itu cenderung memiliki
simpton-simpton kecemasan, depresi, fobia, dan obsesif-kompulsif, yang oleh
Eysenck disebut mengidap gangguan psikis tingkat pertama (disorders of the
first kind).
B adalah
orang ekstravers-neurotik atau orang yang memiliki CAL rendah dan ANS tinggi.
Orang itu cenderung psikopatik, kriminal dan delingkuen, atau mengidap gangguan
psikis tingkat kedua (disorders of the second kind).
C adalah
orang normal yang introvers; tenang, berfikir mendalam, dapat dipercaya.
P
|
Creative
|
Antisocial
|
Impulsive
|
Egocentric
|
Impersonal
|
Tough-minded
|
Unemphatic
|
Cold
|
Aggressive
|
D adalah
orang yang normal-ekstravers; riang, responsif, senamg bicara/bergaul.
Psychoticism
Dimensi ketiga, psychoticism, ditambahkan ke model
pada akhir tahun 1970, berdasarkan kolaborasi antara Eysenck dan istrinya,
Sybil BG Eysenck, yang adalah editor saat Personality and Individual
Differences.
Orang yang skor psikotisisme-nya tinggi memiliki trait agresif, dingin,
egosentrik, tak pribadi, impulsif, antisosial, tak empatik, keatif, keras hati.
Sebaliknya orang yang skor psikotisismenya rendah memiliki trait merawat/baik
hati, hangat, penuh perhaitan, akrab, tenang, sangat sosial,empatik,
kooperatif, dan sabar. Seperti pada ekstraversi dan neurotisisme, psikotisisme
mempunyai unsur genetik yang besar. Secara keseluruhan tiga dimensi kepribadian
itu 75% bersifat herediter, dan hanya 25% yang menjadi fungsi lingkungan.
Seperti pada neurotisisme, psikotisisme juga mengikuti model stres-diatesis
(diathesis-stress model). Orang yang variabel psikotismenya tinggi tidak harus
psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan
mengembangkan gangguan psikotik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang
rendah, skor P yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika
mengalami stress yang berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang
berat itu sudah lewat fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali.
V.
Proses
Terbentuknya Kepribadian
Teori kepribadian Eysenck menekankan peran herediter
sebagai faktor penentu dalam perolehan trait ekstraversi, neurotisisme, dan
psikotisisme (juga kecerdasan). Hal ini sebagian didasarkan pada bukti hubungan
korelasional antara aspek-aspek biologis, seperti CAL (Cortical Arousal Level)
dan ANS (Automatic Nervous System Reactivity) dengan dimensi-dimensi
kepribadian.
Namun,
Eysenck juga berpendapat bahwa semua tingkah laku yang tampak – tingkah laku
pada hirarki kebiasaan dan respon spesifik – semuanya (termasuk tingkah laku
neurosis) dipelajari dari lingkungan. Eysenck berpendapat inti dari fenomena
neurotis adalah reaksi takut yang dipelajari atau terkondisikan. Hal itu
terjadi manakala satu atau dua stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit
atau nyeri fisik maupun psikologis. Kalau traumanya sangat keras dan mengenai
seseorang yang faktor hereditasnya rentan menjadi neurosis, maka bisa jadi
cukup satu peristiwa traumatis untuk membuat orang itu mengembangkan reaksi
kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar berubah (diatesis stress model).
Sekali
conditioning ketakutan atau kecemasan terjadi, pemicunya akan berkembang bukan
hanya terbatas pada objek atau peristiwa asli, tetapi ketakutan atau kecemasan
itu juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan stimulus asli atau
stimulus yang dianggap berkaitan dengan stimulus asli. Mekanisme perluasan
stimulus ini mengikuti Prinsip Generalisasi Stimulus yang banyak dibahas dalam
paradigma behaviourisme. Setiap kali orang menghadapi stimulus yang membuatnya
merespon dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi kecemasan, menurut
Eysenck, orang itu menjadi terkondisi perasaan takut atau cemasnya dengan
stimuli yang baru saja dihadapinya. Jadi, kecenderungan orang untuk merespon
dengan tingkah laku neurotik semakin lama semakin meluas, sehingga orang itu
menjadi mereaksi dengan ketakutan stimuli yang hanya sedikit mirip atau bahkan
tidak mirip sama sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang asli.
Menurut
Eysenck, stimulus baru begitu saja dapat diikatkan dengan stimulus asli,
sehingga orang mungkin mengembangkan cara merespon stimuli yang terjadi serta
merta akibat adanya stimuli itu, tanpa tujuan fungsional. Eysenck menolak
analisis psikodinamik yang memandang tingkah laku neurotik dikembangkan untuk
tujuan mengurangi kecemasan. Menurutnya, tingkah laku neurotik sering
dikembangkan tanpa alasan yang jelas, sering menjadi kontraproduktif, semakin
meningkatkan kecemasan dan bukan menguranginya.
Eysenck tidak menutupi kemungkinan
adanya pengaruh lingkungan pada kepribadian, seperti interaksi keluarga di masa
kecil, tetapi dia percaya pengaruhnya terhadap kepribadian adalah terbatas.
VI.
Psikopatologi
Teori
kepribadian Eysenck berkaitan erat dengan teori psikologi dan
perubahanperilaku. Jenis gejala atau gangguan psikologis yang cenderung
berkembang adalah terkait dengan karakteristik kepribadian dasar dan
prinsip-prinsip dari fungsi sistem saraf. Menurut Eysenck, Orang extravert
biasanya memiliki level rangsangan cortical (CAL=CorticalArousal Level) yang
tinggi , sedangkan introvert biasanya memiliki
level rangsangan cortical (CAL) yang lebih rendah. Orang yang mengalami
gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang introvert, sementara
orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental (misalnya, paralisis
histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang
ekstravert.
Eysenck
juga menemukan hubungan antara dimensi normality-neurocitism dengan autonomic
nervous system reactivity. Orangdenganreaktivitassistemsaraf
otonomtinggicenderungmengembangkangangguanneurotik. Orang yang skor
neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang
berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Sebagian besar
pasien neurotik cenderung memiliki neurotisisme yang tinggi dan skor
extraversion yang rendah. Sebaliknya, penjahat dan orang-orang antisosial cenderung
memiliki skor neurotisisme, extravertion dan psychoticism yang tinggi, individu-individu
seperti itu menunjukkan pembelajaran yang lemah mengenai norma- norma sosial.
VII.
Isu
Penting Dalam Kepribadian
Aspek
penting dari banyaknya teori kepribadian dapat digambarkan dari sifat alamiah
manusia diformulasikan dengan
masing-masing ahli teori. Masing-masing ahli teori mempunyai konsepsi alamiah
manusia yang dituangkan pada beberapa pertanyaan dasar yang ada di bawah ini,
antara lain:
1.
Keinginan
bebas (Free Will) vs Determinasi?
Apakah
kita langsung sadar dengan segala tindakan kita, atau mereka (tindakan kita) diatur oleh
kekuatan lain?
Pertanyaan ini adalah
pertanyaan yang sudah lama dan sampai sekarang pertanyaan ini masih belum pasti
jawabannya. Tetapi Hans Eysenck lebih menekankan pada determinasi biologis,
karena menurut Eysenck, faktor kepribadian seperti Psikotisme (fungsi supergo
terhadap yang lain), Neurotisme (kecemasan, histeria, dan lain-lain),
Ekstroversi (periang, lebih sensitif terhadap stimulus positif, dan lain-lain)
semuanya mempunyai kekuatan determinasi biologis. Dia juga memperkirakan bahwa
sekitar ¾ variasi dari 3 dimensi
kepribadian dapat dihitung degan hereditas dan sekitar 1/4 dengan faktor lingkungan. (pages 415, theories of personality, Jess
Feist & Gregory J.Feist, 2009, McGrawHill, New York.)
2.
Alamiah (herediter/nature) vs Lingkungan
(Nurture)?
Apakah
kita lebih dipengaruhi oleh herediter (nature) atau lingkungan kita (nurture)?
Sudahlah jelas bahwa
menurut Eysenck kepribadian manusai lebih banyak dipengaruhi oleh hereditas
(walaupun ¼ bagian dipengaruhi oleh lingkungan). Hal ini dijelaskan dengan
idenya, yaitu orang yang ekstrovert relatif memiliki tingkat aktivitas otak
yang rendah, oleh sebab itu mereka mencari stimulus eksternal. Mereka ingin
membuat segala hal menjadi lebih menarik. Di sisi lain, orang introvert
dikatakan memiliki tingkat aktivitas
sistem saraf pusat yang tlebih tinggi, sehingga meraka cenderung menghindari
lingkungan sosial yang terlalu banyak memberikan stimulus. Lebih khusus,
Eysenck menitik beratkan bagian otak yang dikenal sebagai Ascending Reticular Activating System (ARAS), yaitu sistem yang
mentransmisikan pesan ke sistem limbik dan hipotalamus serta memicu pelepasan
hormon dan neurotransmiter, sehingga memfasilitasi fungsi seperti belajar,
memori, dan terjaga (Eysenck, 1967). (hal. 176, Howard S. Friedman & Mariam
W.Schustack, Ed 3 jilid 1, penerbit erlangga, Jakarta, 2008)
3.
Masa
Lalu (Past) vs Masa Sekarang (present)?
Apakah
kepribadian kita ditetapkan oleh peristiwa awal dalam kehidupan kita atau dapat
dibentuk oleh pengalaman pada masa dewasa?
Konsep trait
kepribadian lebih kepada bentuk yang konsisten dari cara individu berprilaku,
merasa dan berpikir. Yang artinya trait yang kita miliki menggambarkan sebuah
keteraturan dalam tingkah laku seseorang. Dalam peneleitian telah menunjukkan
bahwa trait dan dimensi Eysenck mengusulkan masih stabil sepanjang rentang
kehidupan dari permulaan masa anak-anak sampai akhir dewasa, meskipun ada
perbedaan pengalaman sosial dan lingkungan yang berbeda pula. Jadi, cukuplah
jelas bahwa trait kepribadian menurut Eysenck ditetapkan melalui peristiwa awal
kehidupan kita, walaupun 20%-nya ditentukan oleh pengaruh sosial dan
lingkungan. (pages 290, D.P. Schulzt & S.E. Schulzt, 2005, ed 8, thomson
learning Wadsworth, USA)
4.
Keunikan
(Uniqueness) vs Kesamaan (Universality)?
Apakah kepribadian masing-masing manusia
adalah unik, atau ada kesamaan yang luas dari bentuk kepribadian beberapa orang
yang sesuai?
Sudah pasti ada kesamaan
yang luas dari bentuk kepribadian dari beberapa wilayah di dunai (orang yang
sama atau sesuai). Hal ini berkaitan dengan teori trait Eysenck, yang
menyatakan bahwa hampir 80% trait kepribadian manusai dipengaruhi oleh
pewarisan sifat atau herediter. Penelitian yang mendukung hal ini ada 3 urutan
fakta, yaitu: pertama peneliti (McCare & Allik, 2002) telah menemukan
adanya faktor atau trait yang hampir indentik diantara orang dibelahan dunia
ini, tidak hanya di Eropa Barat dan Amerika Utara, tetapi juga di Uganda,
Nigeria, Japan, China, Rusia, dan negara lainnya. Kedua, fakta (McCare &
Costa, 2003) memberi kesan bahwa setiap individu cendrung mempertahankan posisi
mereka sepanjang waktu dalam berbagai dimensi kepribadian. Ketiga, Studi
tentang anak kembar (Eysenck, 1990), menunjukkan indeks yang tinggi antara
kembar identik (khusunya monozigot), dari pada antara sesama jenis kelamin yang
merasa kembar yang timbul karena selalu bersama. . (pages 415, theories of personality, Jess
Feist & Gregory J.Feist, 2009, McGrawHill, New York.)
5.
Keseimbangan
(Equilibrium) vs Pertumbuhan (Growth)?
Apakah kita dengan mudah terdorong untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis atau dalam keadaan seimbang atau apakah
dorongan tumbuh dan berkembang membentuk perilaku kita?
Menurut Eysenck,
Cukuplah jelas bahwa akan terjadi keseimbangan fisiologis dalam pembentukan
perilaku, karena trait ditentukan secara herediter dan merupakan pembagian
tugas kepribadian yang semi-permanent. Artinya trait yang diturunkan secara
herediter ini, berada pada bagian tengah/semi dalam organisasi perilaku menurut
Eyseck. Trait pada level prilaku digali dari analisis faktor dari habit-respon
level, dan hanya akan menjadi habitual respon jika secara matematis digali
sampai analisi faktor respon spesifik. Contohnya, orang yang tekun (menurut
Eysenck salah satu trait dari supertrait introvert), akan mempunyai habit yang
akan menyelesaikan tugas-tugas sekolah dan akan tetap bekerja dengan usaha
keras yang lain sampai mereka selesai. Kemudian, Eysenck menekankan bahwa,
trait adalah terminologi dari interkorelasi yang signifikan antara perbedaan
kebiasaan perilaku (habitual behaviors) Eysenck, 1990). Kesimpulannya, tidaklah
mungkin jika kita pada usia 25 tahun adalah orang yang introvert akan menjadi
orang yang ekstrovert pada usia 60 tahun (terjadi perubahan herediter atau
fisiologis), karena pada umur 25 tahun orang yang mempunyai supertrait yang
introvert akan mempunyai trait ketekunan, kebiasaan bekerja keras dan akan
terus dipertahankan sampai ia dewasa akhir (walaupun ada faktor sosial dan
lingkungan yang mungkin sangat terbatas). (pages 408-409, theories of
personality, Jess Feist & Gregory J.Feist, 2009, McGrawHill, New York.)
6.
Keputusasaan
(Pesimism) vs Harapan Baik (Optimism)
Apakah dasarnya kita baik atau jahat?
Pada dasarnya kita
adalah baik, sesuai dengan supertrait Psikotisme vs Fungsi Superego. Eysenck
juga setuju dengan teori Abraham Maslow yang mengemukakan bahawa kesehatan
mental berawal dari aktualisasi diri (score P yang rendah) sampai schizoprenia
dan psikosis (score P yang tinggi). (page.411, theories of personality, Jess
Feist & Gregory J.Feist, 2009, McGrawHill, New York.)
VIII. Interfrensi
Terlepas dari komponen genetik yang kuat dalam
pengembangan dan pemeliharaan gangguan tersebut, Eysenck mengklaim bahwa tidak
perlu menjadi pesimis mengenai potensi untuk pengobatan.“Jika faktor keturunan
sangat penting, maka jelas modifikasi perilaku apapun harus menjadi mustahil.
Ini adalah interpretasi yang salah”. Apa yang ditentukan secara genetis adalah
kecenderungan bagi seseorang untuk bertindak dan berperilaku dengan cara
tertentu. Dengan demikian, sangat mungkin bagi seseorang untuk menghindari
situasi traumatis tertentu, untuk melupakan tanggapan ketakutan tertentu yang
dipelajari, atau untuk belajar memperoleh kode perilaku sosial tertentu. Dengan
demikian, sambil menekankan pentingnya faktor-faktor genetik, Eysenck juga
adalah pendukung utama dari terapi perilaku, atau pengobatan sistematis
perilaku abnormal sesuai dengan prinsip- prinsip teori belajar.
Jika
tingkah laku itu diperoleh dari belajar, logikanya tingkah laku itu juga bisa
dihilangkan dengan belajar. Eysenck memilih model terapi tingkah laku atau
metode menangani tekanan psikologis yang dipusatkan pada pengubahan tingkah
laku salahsuai alih-alih mengembangkan pemahaman mendalam terhadap konflik di
dalam jiwa. Jadi, dapat dilihat bahwa Eysenck sangat menentang Freud, dan
memandang terapi psikoanalitik dan psikodinamik biasanya tidak efektif untuk
menangani simptom neurotik.
IX.
Assessment
Diantara instrumen-instrumen yang pernah
dikembangkannya, ada empat inventori yang pengaruhnya luas, dalam arti dipakai
oleh banyak pakar untuk melakukan penelitian atau untuk memahami klien, maupun
dalam arti menjadi ide untuk mengembangkan tes yang senada.
·
Meudley Personality Inventory (MPI),
mengukur E dan N dan korelasi antara keduanya.
·
Eysenck Personality Inventory (EPI),
mengukur E dan N secara independen.
·
Eysenck Personality Questionnair (EPQ),
mengukur E,N, P (Merupakan revisi dari EPI, tetapi EPI yang hanya mengukur E
dan N masih tetap dipublikasikan)
·
Eysenck Personality Questionnair-Revised
(EPQ-R) revisi dari EPQ.
referensi
- Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press
- PERVIN, L. A. John Wiley & Sons .Personality: teory and research, Inc. 12-05-2005
- Schultz, Duane dan Schultz, Sydney Allen. 2005. The Theories of Personality, Thomson Learning : USA
2 komentar:
Terima Kasih Rika Postingannya sangat membantu. :)
thank, untuk postingnya
Posting Komentar