Cerita Rakyat Riau
Alkisah di Riau pada jaman dahulu kala hiduplah sepasang suami istri
yang sangat miskin. Mereka hidup serba kekurangan karena penghasilan
mereka tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Jangankan
untuk membeli lauk pauk, untuk mendapatkan beras pun kadang-kadang harus
berhutang pada tetangga. Hidup mereka benar-benar memprihatinkan.
Suatu hari pak Miskin bermimpi. Seorang kakek datang menemuinya dan memberikannya seutas tali.
“Hai Miskin! Besok pergilah merakit dan carilah sebuah mata air di sungai Sepunjung!” kata si kakek yang kemudian menghilang.
“Hai Miskin! Besok pergilah merakit dan carilah sebuah mata air di sungai Sepunjung!” kata si kakek yang kemudian menghilang.
Pak Miskin terbangun dengan bingung. “Wahai, mimpi apa aku tadi?
Kenapa kakek tadi menyuruhku pergi merakit?” kata pak Miskin dalam hati.
Hari masih pagi, ketika pak Miskin akhirnya memutuskan untuk mengikuti pesan si kakek.
“Tidak ada salahnya mencoba. Siapa tahu aku mendapatkan keberuntungan,” pikir pak Miskin.
“Tidak ada salahnya mencoba. Siapa tahu aku mendapatkan keberuntungan,” pikir pak Miskin.
Maka pergilah ia dengan menggunakan perahu satu-satunya. Dia terus
mendayung di sepanjang sungai sambil mencari mata air yang dimaksud si
kakek dalam mimpinya. Tidak berapa lama dilihatnya riakan air di pinggir
sungai pertanda bahwa di bawah sungai itu terdapat mata air.
“Hmmm, mungkin ini mata air yang dimaksud,” pikir pak Miskin.
“Hmmm, mungkin ini mata air yang dimaksud,” pikir pak Miskin.
Dia menengok ke kanan dan ke kiri mencari si kakek dalam mimpinya. Namun hingga lelah lehernya, si kakek tidak juga kelihatan.
Ketika dia sudah mulai tidak sabar, tiba-tiba muncullah seutas tali
di samping perahunya. Tanpa pikir panjang ditariknya tali tersebut.
Ternyata di ujung tali itu terikat rantai yang terbuat dari emas.
Alangkah senangnya pak Miskin. Cepat-cepat ditariknya rantai itu.
“Oh, ternyata benar, ini adalah hari keberuntunganku. Dengan emas ini aku akan kaya!,” kata pak Miskin dengan gembira.
“Oh, ternyata benar, ini adalah hari keberuntunganku. Dengan emas ini aku akan kaya!,” kata pak Miskin dengan gembira.
Dia menarik rantai itu dengan sekuat tenaga dan mengumpulkan rantai
tersebut di atas perahunya. Tiba-tiba terdengar kicau seekor burung dari
atas pohon: “Cepatlah potong tali itu dan kembalilah pulang!”
Namun karena terlalu gembira, pak Miskin tidak mengindahkan kicauan
burung itu. Dia terus menarik rantai emas itu hingga perahunya tidak
kuat lagi menahan bebannya. Dan benar saja, beberapa saat kemudian
perahu itu miring dan kemudian terbalik bersama pak Miskin yang masih
memegang rantai emasnya.
Rantai emas yang berat itu menarik tubuh pak Miskin hingga terseret
ke dalam sungai. Pak Miskin berusaha menarik rantai itu. Namun rantai
itu malah melilitnya dan menyeretnya semakin dalam.
Pak Miskin yang kehabisan udara, gelagapan di dalam air. Dengan susah
payah dia melepaskan diri dan kembali ke permukaan. Dengan nafas
tersengal-sengal dilihatnya harta karunnya yang tenggelam ke dalam
sungai. Dalam hati dia menyesal atas kebodohannya. Seandainya dia tidak
terlalu serakah pasti kini hidupnya sudah berubah. Tapia pa mau dikata,
nasi sudah menjadi bubur. Dan pak Miskin pun pulang ke rumahnya dengan
tangan hampa.
(SELESAI)
0 komentar:
Posting Komentar